Keberanian Lapor Masyarakat Atas Video Kekerasan Di Panti Harus Dilindungi

Kisah video kekerasan yang terjadi di panti kalimantan tengah atas ulah guru yang dipekerjakan di panti mengundang keprihatinan kembali atas nasib anak anak di Panti. Beberapa media dan netizen pun ikut geram ingin segera cepat mengetahui kejadian sebenarnya.

Salah satu akun Facebook atas nama Eris Riswandi yang mengupload hal tersebut telah dikomentari 2198 orang, 1974 emoticon dan 5274 dibagikan.

Tidak mudah berinisiatif menjadi pelapor atas korban kekerasan anak. Apalagi bila itu terjadi di sebuah institusi panti. Butuh keberanian dalam melakukan investigasi secara mandiri.

UU Perlindungan Saksi dan Korban sebenarnya memberi ruang jaminan bagi para pelapor kekerasan anak. Begitupun dalam UU Perlindungan Anak, bahwa bila mendapati, melihat, merasakan dan mendengar kekerasan anak, diwajibkan untuk melapor.

Bahkan dalam UU Perlindungan Anak dinyatakan jika tidak dilaporkan akan dipidana 5 tahun. Namun sanksi ini belum ada hakim yang menerapkan.

Jangan melihat aksi kekerasan anak di panti terkesan hal biasa atau seperti ‘dimafhumkan’. Karena pukulan itu dapat saja sembuh, namun luka batinnya bisa di bawa seumur hidup. Apalagi bila itu anak tersebut yatim piatu atau kehilangan pengasuhan utamanya.

Hukuman yang diterapkan atau diberikan kepada anak anak, harusnya lebih pada hukum positif. Yang mengandung konsistensi dan edukasi. Bukan aksi kekerasan yang menunjukkan dominasi kekuatan.

Rasulullah saja mengajarkan kita memberi anak anak yatim piatu dengan apa yang kita suka. Lalu kepada siapa anak yatim piatu meminta pertolongan? Bila tidak kepada orang orang terdekatnya di panti.

Jangan sampai aksi kekerasan dan menunjukkan ‘kekuatan’ terus menjadi jawaban kita dalam menjawab permasalahan anak anak.

Untuk itu KPAI menghimbau:

Pertama, menyesalkan tindakan kekerasan yang dilakukan dalam panti asuhan yang seharusnya menjadi tempat berlindung dan pengganti alternatif pengasuhan keluarga yang baik.

Kedua, apresiasi kepada kepolisian khususnya Polres Katingan Kalteng yang telah memproses pelaku atas laporan masyarakat melalui rekaman CCTV.

Ketiga, meminta kementrian sosial dan dinas sosial untuk melakukan pendampingan psikologis korban dan melakukan investigasi terhadap lembaga baik tentang perijinan, akreditasi dan kesiapan tenaga dalam pengasuhan di panti asuhan. Belajar dari dugaan kekerasan yang terjadi di Panti Asuhan, seharusnya panti memiliki mekanisme deteksi dini agar kekerasan tidak terjadi kembali.

Keempat, kekerasan yang dilakukan dimanapun dan dalam situasi apapun akan terkenang selamanya sampai anak dewasa. Bahkan beberapa survey yang dilakukan kepada anak yang telah selesai di Panti Asuhan, -merasa pengasuhan di panti asuhan tidak lebih baik, dan ada juga merasa dendam karena pernah mendapatkan kekerasan selama di panti.

Kelima, meminta kepada seluruh kepala panti asuhan untuk mengambil pelajaran terhadap kekerasan yang terjadi di panti asuhan. Cukup 3 kepala panti saja yang masuk penjara. Panti harus berubah dan jangan sampai niat baik kita dalam mengasuh anak berujung dengan penjara.

Keenam, meminta wadah aliansi Forum Nasional Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Panti Sosial Asuhan Anak untuk terus menjadi wadah bersama para Panti untuk terus belajar dalam menerapkan Permensos 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak dan berpedoman pada PP 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.

Ketujuh, kita apresiasi panti yang menerapkan CCTV di tempat anak anak beraktifitas. Artinya pemimpim panti memiliki SOP layanan anak yang baik.

Salam Senyum Anak Indonesia,

Jasra Putra
Komisioner KPAI bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak
0821 1219 3515

Check Also

Pembina Kegiatan Susur Sungai Diminta Menyerahkan Diri

Martanti Endah Lestari atau Tata sejak 2 hari memantau langsung evakuasi dan penanganan korban susur …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *