Sylvana Maria Apituley Komisioner KPAI bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak pada Rakornas KPAI 20 November 2024 di Hotel Aryaduta Jakarta

Hari Anak Dunia: KPAI Ingatkan Situasi Anak Dalam Kemiskinan Sangat Multi Kompleks

Rapat Koordinasi Nasional dalam Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Khusus Anak yang di selenggarakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia memasuki hari kedua 20 November 2024 yang bertepatan dengan Hari Anak Sedunia atau Universal Childrens Day. Sylvana Maria Apituley Komisioner KPAI bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak menyampaikan hasil pengawasannya di wilayah Indonesia Timur.

Selama 2024, KPAI telah bekerja dengan 300 anak dan 80 pegiat hak anak. Kami menfokuskan kepada anak anak yang hidup di area kemiskinan, karena mereka lebih rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan, ditambah pernikahan anak yang membuat situasi semakin buruk.

Menurut Sylvana, Papua bukan daerah miskin, karena sumber dayanya sangat kaya, namun mirisnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tetap paling buncit, apalagi pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak, situasinya sama. Dalam pengawasan ini, kami sangat terbantu data data yang direkam Kepolisian, karena menjadi acuan yang lebih lengkap dibanding data lainnya. Sehingga menjadi andalan kita untuk melakukan analisis.

Dari pengungkapan data, kekerasan seksual menjadi kasus terbanyak dan semua pelakunya orang terdekat. Selanjutnya kasus narkoba, miras dan pornografi. Dari penemuan kasus misalnya, ada daerah di sana yang penjual pulsa senilai 20 ribu, yang jika beli di tokonya akan dapat 1 video porno. Kemudian kalau kita mengunjungi LPKA di Kerom, maka di isi lebih banyak anak anak korban narkoba dan psikotropika. Begitu juga di Nabire, anak anak di jadikan garda terdepan konflik disana.

Sylvana menambahkan, kekerasan anak langgeng terjadi karena adanya hambatan struktural dan kultural di Papua. Bayangkan untuk mengakses layanan dasar kesehatan saja, ibu hamil bisa jalan 1 jam sampai 2 jam. Sehingga kebijakan ekstra ordinary perlu terus diperkuat, karena meski ada kebijakan otonomi khusus, tetapi masih banyak masalah penting untuk dibicarakan, dalam memastikan Pembangunan di Papua terukur, terutama dalam pengarusutamaan perlindungan anak dan Perempuan.

Temuan pengawasan KPAI ini langsung mendapat tanggapan dari Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan Dewi Yuliani. Kementerian Desa melalui pendataan desa telah mencatat ada 79,8 juta anak di Indonesia yang setiap hari perlu perlindungan dari kekerasan. Beliau menyampaikan memang untuk perlindungan anak di Papua kami menghadapi persoalan.

Hal tersebut disebabkan sulit mengakses setiap keluarga karena faktor geografis, belum lagi karena konflik sehingga untuk memberi bantuan sulit, bahkan ada persoalan ketika mengirim bantuan mereka menutup pintu, dan akhirnya kebijakan yang dikeluarkan desa sering tidak tepat.

Sehingga kalau ingin membantu kemandirian desa di papua, kita perlu ekstra, perlu waktu, perlu kesabaran, keberpihakan dan kesungguhan kita semua. Bahwa ketertinggalan desa di Papua tidak cukup dengan kekuatan mereka sendiri, kita harus masuk. Sehingga Kementerian Desa membuat pedoman Desa Ramah Perempuan dan Anak

Kemudian akses berbagai sumber daya penghidupan di Papua, sebagaimana temuan KPAI, kami sepakat perlu kita dorong dan perjuangkan. Saya dorong Kementerian Desa dan KPAI dapat duduk bersama, karena kami punya 33 ribu pendamping desa di seluruh Indonesia, namun kemampuan kami menjangkau sangat terbatas. Karena di Papua, setiap desa, kita harus naik bukit, sehingga waktu, jarak tempuh, hambatan di perjalanan, membuat para pendamping desa sangat terbatas, yang tentu menjadi kerja special, dan ekstra.

Begitupun, ada situasi khusus lainnya, seperti penyandang disabilitas. Di tengah menyambut Hari Disabilitas Internasional 3 Desember, di Papua kita masih menghadapi anak anak disabilitas yang disembunyikan. Ada 2 spektrum yang terjadi, pertama spektrum kiri mereka menjadi aib, dan spektrum kanan menjadi hiburan, charity, tidak boleh keluar dan sulit mengakses layanan dasar.

Komisi Perlindungan Anak Daerah Papua Yohana Temahu

Peserta Rapat Koordinasi Nasional juga menanggapi hasil pengawasan KPAI dan respon Kementerian Desa.

Komisi Perlindungan Anak Daerah Papua Yohana Temahu mengamini presentasi dari KPAI dan Kementerian Desa. Karena memang kekerasan terhadap anak cukup banyak di papua, dan memang banyak daerah sulit terjangkau dan sulitnya banyak hal, bukan hanya soal infrastruktur saja, tetapi daerah konflik, perjalanan dari satu daerah ke daerah lain perlu waktu lama, komunikasi yang juga perlu media media alternatif. Dan apa yang Ibu Kementerian Desa dan KPAI sampaikan adalah benar dan kami sangat butuh perhatian di Papua. Kami juga ingin bisa berkolaborasi lebih kuat lagi dengan KPAI dan Kementerian Desa.

Peserta Rakornas dari KPAI Ilham menyoroti desa ada milyaran. Akan tetapi pengawasan penggunaannya sangat lemah. Sehingga banyak oknum yang memanfaatkan desa sebagai sapi perah. Oknum tersebut adalah oknum APH. Sehingga dana desa terkuras oleh kegiatan oknum APH. Sehingga pedoman Desa Ramah Anak dan Perempuan tidak maksimal.

Untuk itu kami meminta Kementerian Desa, agar juga mengalokasikan kepada pegiat anak dan perempuan. Karena banyak titipan, sehingga separuh dana desa terkuras ke oknum APH, sehingga tolong pengawasan dari Kementerian desa.

Kegelisahan yang sama juga disampaikan komisioner KPAI Sylvana, ia punya kegelisahan yang sama dengan mas Ilham, karena 100 persen dana desa banyak di pakai infra struktur dan oknum APH, untuk anak itu seperti mimpi. Sehingga KPAI mendorong adanya monitoring dan evaluasi bersama.

Saya membayangkan tugas Kemendes, itu bisa pengarusutamaan, melalui skema Desa Ramah Perempuan dan Anak, termasuk Kemendes dengan Kementerian dan Lembaga lainnya. Agar kebijakannya memiliki kekuatan perspetif anak.

Dari rembug bersama di Rakornas, kita menangkap segudang masalah terutama anggaran, dan ketidaktahuan eksekutif tentang problem anak di daerah, kemudian keterbatasan infrastruktur, SDM. Sehingga kita perlu duduk bersama lagi bersama KPAI dan Kementerian. Dan perlu di lakukan bertahap.

Sehingga temuan pengawasan KPAI di wilayah Indonesia Timur menjadi relevan, dengan apa yang disampaikan di dalam Rakornas Pemenuhan Hak Anak, bahwa ada isolasi, diskoneksi, pengabaian dan ketimpangan sistemik yang berdampak deprivasi multidimensi yang dihadapi anak anak. Kemudian ada hambatan struktural dan kultural yang menyebabkan tingginya kekerasan terhadap anak, kemiskinan, rendahnya akses ekonomi dan ketergantungan keuangan dari pusat, tutup Sylvana.

Seperti di ketahui Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional pada 19 s.d. 20 November 2024 di Hotel Arya Duta Jakarta. Rakornas ini diselenggarakan guna mengkonfirmasi hasil pengawasan KPAI selama 2024 untuk mendapatkan konfirmasi dari sejumlah Kementerian, Lembaga, DPR RI dan Komisi Perlindungan Anak Daerah se-Indonesia.

Check Also

Industri Candu Lumpuhkan Perlindungan Anak Indonesia

Berbagai cara pemerintah dan masyarakat dalam melapisi dan menjauhkan ancaman dari anak anak Indonesia terus …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *