Home / KBAI Reportase / Viral Video Kekerasan Anak Di Tangsel: Pentingnya Negara Memiliki Daftar Keluarga Pengganti
Ilma Sovri Yanti - Aktifis Anak dan Disabilitas - Pemred KBAI

Viral Video Kekerasan Anak Di Tangsel: Pentingnya Negara Memiliki Daftar Keluarga Pengganti

Kasus kekerasan dan perlakuan salah dialami seorang anak perempuan K berusia 5th, yang dilakukan sendiri oleh WH ayah kandungnya. Yang kemudian viral, karena di upload ibunya dari Malaysia, yang meminta pertolongan netizen melalui platform digital sosial media Facebook.

Video ini pun menjadi viral, karena menjadi pesan berantai, dengan harapan aparat kepolisian segera bertindak. Tak sampai 4 jam setelah menerima laporan netizen, Polres Tangerang Selatan berhasil meringkus pelaku yang melarikan diri dan menemukan bocah tersebut. Bocah itu sehari hari tinggal bersama ayahnya di kos-an sederhana Tanggerang Selatan. Sekali kali bocah itu juga dititipkan ke penjaga kost.

Setelah di telusuri kepolisian Polres Tanggerang Selatan, kasus ini cukup rumit. Karena terkait perasaan kedua orang tua yang berkonflik. Keluarga besarnya pun sebenarnya berupaya mengambil anak, namun terjadi konflik dengan pelaku. Sehingga anak berada dalam pusaran konflik orang tua, yang berujung menjadi korban pelampiasan. Meski pelaku menyatakan itu settinggan. Namun apa yang dilakukan pelaku sudah kelewat batas.

Berangkat dari kasus yang terjadi, kami menyambangi Polres Tangsel, dan bertemu dengan Kapolres Tangsel, Deputi Perlindungan Anak KPPPA dan Stafsus Menteri KPPPA bidang Anak Ulfah Mawardi. Di sana juga bertemu tim SAPA 129, petugas P2TP2A Tangsel dan perangkat daerah lainnya. Mereka sedang case conference, pasca penyelamatan anak kemarin. Salah satu pembahasan hal penting saat itu, dimana akan menitipkan anak, selama penanganan peristiwa tersebut. Dan tempat penitipan tersebut, disarankan adalah keluarga. Syukurnya, seorang Polwan bersedia menjadi pengasuh sementara di keluarga mereka. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan terkait kasus, akses, penanganan ke depan dan kemampuan mengasuh Polwan tersebut, akhirnya kami mendukung langkah Kapolres.

Melihat lebih jauh kasus , sebenarnya situasi balita atau anak sedang terlepas dari figur pengasuhan utamanya. Pengasuh utama yang diharapkan adalah ayah dan ibunya, justru jauh dari jangkauan anak karena peristiwa tersebut. Belum lagi pemetaan konflik di perlukan dalam keluarga ini, sehingga perlu pendalaman, sebelum anak dicarikan pengasuhan pengganti. Keputusan memisahkan anak sementara dari pusaran konflik sangat bijak. Agar pemulihan dan tumbuh kembangnya berjalan baik.

Apalagi perjalanan kasus nanti, tentu membawa energi panjang yang harus di lalui keluarga dan keluarga besarnya. Beban psikologis tentu akan terbawa, seiring penyelidikan, agar kasus ini terang benderang, dan membawa kebaikan untuk orang tua dan keluarga besarnya. Namun pemetaan permasalahan ini, menjadi hal utama untuk di lakukan Polres Tangsel, sebelum menetapkan pengasuhan pengganti yang permanen. Untuk itu peran Polwan yang bersedia mengasuhnya dalam keluarga, sangat penting.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2017 tentang Pengasuhan Anak, menjelaskan bahwa keluarga menjadi ujung tombak perlindungan anak. Peraturan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo 16 Oktober 2017 itu menandakan, anak yang kehilangan keluarga tidak bisa digantikan dengan apapun, kecuali mengembalikannya dalam pengasuhan berbasis keluarga atau sistem pengasuhan keluarga.

PP ini memberikan 2 alternatif pengasuhan dalam keluarga pengganti, pertama menekankan pergantian pengasuhan didalam derajat keluarga (Kindship Care) yang diutamakan adalah pengasuhan dari keluarga garis Ibu, sebelum lainnya. Kedua pengasuhan berbasis keluarga melalui Foster Care (keluarga pengganti) yang dapat dilakukan oleh keluarga yang tidak terkait dan berhubungan dengan peristiwa.

Sepertinya bayi, balita dan anak yang berhadapan dengan hukum, juga akan kita dapati di kasus yang lain, atau mungkin serupa seperti yang dialami bocah perempuan 5 tahun ini. Apalagi peristiwa kekerasan anak tersebut, di lakukan pelaku karena cemburu, pasangannya yang bekerja TKI memiliki pasangan lagi. Satu sisi TKI tersebut merasa sudah berpisah dengan pasangan, dan menitipkan anak ke pelaku. Dalam situasi kekerasan tersebut, korban mengatakan mencintai pelaku. Apa yang terfikirkan para orang dewasa, yang mendengar jawaban anak?

Kisah TKI memiliki pasangan hidup di tempat kerja adalah sebuah cerita yang berulang. Namun yang jadi fokus utama kita adalah, adakah anak yang ditinggalkan para TKI? Dan siapa yang mengasuhnya? Hal itu menjadi teramat penting, agar tidak ada lagi balita yang dipukuli dan bilang pelaku mencintainya. Dengan data TKI kita yang mencapai 191.237 perempuan dan 85.316 laki laki, (data dari BPS 2019).

Disinilah pentingnya, negara memiliki daftar keluarga pengganti yang banyak. Keluarga yang telah ditetapkan negara mampu menjadi keluarga pengganti sementara, sebelum di tunjuk pengasuhan yang lebih permanen. Tentu saja keluarga pengganti tersebut, juga bisa di tetapkan menjadi orang tua permanen. Dengan memenuhi persyaratan yang disampaikan PP tersebut.

Melihat kasus yang dialami keluarga korban dan konflik orang dewasa, untuk itu keluarga tersebut, membutuhkan keluarga yang netral terlepas dari proses hukum. Untuk itu apa yang didorong pemerintah dan perangkat daerah Tangerang Selatan menjadi profil baik dalam penanganan kasus kekerasan dan perlakuan salah yang dialami korban melalui penetapan keluarga pengganti sementara yang di serahkan kepada Polwan.

Belajar dari pengalaman Forum Nasional Panti Sosial Asuhan Anak dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (PSAA-LKSA) yang telah lampau, mereka telah menerapkan model Foster Care pada anak anak asuhnya.  Untuk itulah penting menyiapkan list atau daftar keluarga pengganti. Mereka mengkampanyekan secara konsisten tentang Foster Care. Bahkan untuk memperbanyak calon orang tua asuh, mereka menggunakan strategi dengan mengangkat publik figur Ridwan Kamil Gubernur Jawa Barat sebagai Duta Foster Care.

Hanya lembaga tersebut memberi catatan, proses mencarikan keluarga pengganti atau calon orang tua asuh (COTA) sangat panjang, namun bukan berarti tidak bisa langsung mengasuh. Karena pengalaman mereka tentang dukungan dua belah pihak menjadi keberhasilan dalam membangun kelekatan anak hingga dewasa. Perkembangan anak yang harus terus dipantau, dukungan ke keluarga pengganti menghadapi perubahan perkembangan anak, memberi update orang tua tentang berbagai soal anak, remaja terkini. Guna menjaga kelekatan anak, pengawasan anak, monitoring anak, dan dukungan pengetahuan pengasuhan. Sampai saat inipun lembaga ini terus berupaya dan meminta dukungan negara dan dinas terkait di setiap tempat mereka bekerja, dalam rangka menjaga indepedensi dalam mencarikan keluarga pengganti.

Memang yang jadi persoalan, para calon orang tua asuh lebih cenderung mencari anak yang cakap dan sehat, tentu itu wajar saja. Hanya memang juga kedepan, perlu di coba membangun kapasitas para calon orang tua asuh untuk anak berkebutuhan khusus. Dan memberikan pusat dukungan anak berkebutuhan khusus ketika sudah berada di COTA. Dengan negara melakukan intervensi kepada keluarga tersebut. Sehingga anak anak bisa hidup dalam pengasuhan yang permanen, dan tidak berpindah pindah penanganan. Agar tidak ada lagi kata mencintai pelaku kekerasan, seperti yang dinyatakan perempuan bocah 5 tahun ini.

Semoga kita bisa mendorong implementasi PP 44 /2017 karena manfaatnya sangat luar biasa untuk mengembalikan situasi anak-anak yang kehilangan pengasuhan, anak anak terlantar, anak anak berhadapan dengan hukum. Potensi ketelantaran anak dengan beban keluarga yang berlebih di masa pandemi, membuat negara benar benar harus mengintervensi dengan penyiapan keluarga pengganti.

Sekali lagi, Anak kehilangan keluarga, tidak bisa digantikan apa pun, kecuali anak kembali dalam sistem pengasuhan keluarga atau keluarga yang diciptakan dengan di dukung intervensi negara dan masyarakat.

Ilma Sovri Yanti,
Aktivis Perlindungan Anak dan Disabilitas
HP. 081316299752

Check Also

Caper Lo: Hilangnya Apresiasi Di Masa Remaja

Seringkali kita mendengar remaja kita, membully secara psikologis dengan sebaya, dengan kata Caper Lo!!!. Padahal …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *