Home / KBAI Reportase / Menjaga Indonesia Dari Pinggiran, Merenda Asa Di Manggarai Timur Flores
Ahmad siswa kelas 3 SD di Compang Sobah Kecamatan Elar Manggarai Timur Flores NTT dalam Ekspedisi Dakwah Kemanusiaan

Menjaga Indonesia Dari Pinggiran, Merenda Asa Di Manggarai Timur Flores

Wajah anak anak itu nampak ceria, kedatangan Ustadz Aldi dari Jakarta, mereka saling bercengkerama, berbagi kisah, dan belajar bersama

Menjadi anak anak di penjuru Indonesia wilayah Nusa Tenggara Timur bukan hal yang mudah. Tetapi bukan berarti tidak bisa punya masa depan. Itulah sebagian pengalaman Ustadz Aldi Ari Fandi yang beberapa hari berkumpul dengan anak anak  di Desa Compang Sobah Kecamatan Elar Manggarai Timur dalam Ekspedisi Dakwah Kemanusiaan di pulau Nusa Tenggara Timur. Selain Desa Compang Sobah, ia juga mengunjungi Desa Lengko Wulu dan Desa Golongawan Manggarai Timur.

Menempuh jalan 12 jam, 5 jam dan ada yang 1 jam. Dengan area tidak beraspal dan berbatu, terjal, naik turun, untuk menemui kehidupan anak anak disana.

Jangan pernah membayangkan kehidupan anak anak disini mudah, bayangkan saja untuk mengakses air bersih dari rumah mereka harus menempuh perjalanan 1 sampai 3 km. Jadi jika ke kamar mandi harus bawa jirigen dan menempuh perjalanan ke sumber air, lalu baru bisa beraktifitas di kamar mandi. Kamar mandi pun berada di alam, lepas dari rumah. Bayangkan ketika ingin cepat cepat ke kamar mandi dan tidak ada air?

Begitupun pendidikan yang mereka jalani, salah satu desa yang saya jumpai Desa Compang Soba, untuk bersekolah SD, mereka harus berbagi  di 2 kelas saja untuk menempuh kelas 1 sampai kelas 6 SD. Mereka benar benar harus memanfaatkan waktu dan mengejar ketertinggalan karena guru yang terbatas. Ustadz Aldi mendengarkan bagaimana kuatnya perjuangan guru disana selama pandemi yang dibayar sudah tidak seperti dulu. Salah satu guru menyampaikan sebelum pandemi tunjangan mengajar disana  ada 300 ribu, dan sekarang 100 ribu.

Anak anak siswa SD di Compang Sobah Kecamatan Elar Manggarai Timur Flores NTT dalam Ekspedisi Dakwah Kemanusiaan

Tapi yang manarik anak anak minat partisipasi pendidikannya sangat tinggi, meski tidak ada guru mereka belajar bersama teman sebayanya secara mandiri. Saya melihat mereka dikelas bisa bersama sama dengan tertib mendengarkan temannya membaca, mengajarkan adik adiknya kelasnya membaca atau baca Iqro. Pendidikan sebaya menjadi kebutuhan keberlangsungan pendidikan disini. Sehingga guru guru sangat terbantu.

Mungkin di masa pandemi peserta didik dan orang tuanya mengeluhkan fasilitas pendidikan. Namun untuk mereka dengan kelas ber dinding bambu, berlantai tanah, meja kursi seadanya, dan papan tulis yang tak begitu hitam, tidak menyurutkan sama sekali semangat belajar.

Memang perjalanan yang kami lalui merupakan wilayah yang tidak bisa di tembus dengan mobil. Motorpun harus jenis trail, dan perlu mempersiapkan diri sebelum perjalanan karena butuh kekuatan dan keahlian dalam menghadapi medan yang berat.

Di perjalanan kita akan berhadapan kondisi tidak ada listrik, sinyal komunikasi yang lemah dan sumber air yang tidak mudah dijangkau. Toilet di alam, rumah rumah berdinding bambu, lantai tanah atau papan dan atap yang berseng. Sehingga ketika siang teriknya sinar matahari sangat keras didalam rumah, sehingga selama perjalanan dan istirahat harus menjaga asupan mineral agar tidak dehidrasi. Sehingga beberapa alat persiapan untuk menghadapi kondisi tersebut harus dibawa.

Namun perjuangan anak anak di wilayah ini, membuat saya tidak lelah untuk menuju desa berikutnya. Siapapun yang datang, bagi mereka adalah saudara baru, masa depan baru. Anak anak selalu bersemangat ketika saya menyampaikan berbagai pengalaman hidup. Dan kami saling berbagi.

Belajar bersama dan main bersama Ustadz Aldi Ari Fandi di Desa Compang Sobah Kecamatan Elar Manggarai Timur Flores NTT dalam Ekspedisi Dakwah Kemanusiaan

Pertanyaan kita, bagaimana kehidupan mereka di masa pandemi korona, apa yang mereka lakukan? Mereka juga tahu tentang virus ini. Mereka yakin dengan menjaga alam adalah menjaga kehidupan. Untuk itu mereka menjaga keseimbangan dengan menanam kembali apa yang sudah diambil seperti bercocok tanam dan beternak. Menjaga keseimbangan alam bagi mereka adalah bagian dari menghilangkan resiko penularan. Mereka ingin anak anak tetap mendapat asupan makanan yang bergizi secara mandiri. Karena tidak mungkin berharap dari luar.

Berminat mengikuti kisah anak anak dari pinggir Indonesia, ikuti terus kisah saya di Ekspedisi Dakwah Kemanusiaan. Setiap perjalanan yang kami tempuh adalah bagian merenda asa untuk masa depan anak anak di penjuru Indonesia. Salam Kemanusiaan.

#EkspedisiDakwahKemanusiaan

#DukungMasaDepanAnakIndonesia

#LindungiAnakAnakManggaraiFlores

Check Also

Mari Praktekkan Mudik Inklusi

Ilma Sovri Yanti Inisiator Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) menyampaikan memang pergerakan penumpang cenderung …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: