Masuk Tahun Politik Banyak Informasi Tidak Layak Anak

Hak mendapatkan informasi layak anak menjadi bagian dukungan tumbuh kembang. Bagaimana informasi disampaikan sesuai usia, tumbuh kembang dan tingkat pemahamannya.

Namun kita tahu, masuknya tahun politik peperangan di media sosial akan terus meningkat, mengikuti eskalasi sampai pencoblosan nanti.

Generasi millenial dan generasi Z menjadi sasaran kampanye hitam tersebut, karena mereka adalah penguna aktif 24 jam, sehingga sangat membantu membentuk persepsi publik.

Namun sayangnya tidak semua anak memahami dengan baik, sehingga menjadi pusaran perlakuan salah yang tidak berujung, kemarahan di media sosial, bahkan berlanjut menjadi aktifitas fisik dan persekusi. Hal tersebut selalu terjadi di tahun politik.

Lalu bagaimana kita dapat menyelamatkan anak anak kita, yang menurut Data Asosiasi Pengguna Jasa Internet, tekanan anak anak di dekati kampanye hitam tersebut sulit dihindari, karena mereka masuk mengarahkan kepada sikap politik melalui jalur yang disukai anak.

Sehingga perlu rasa tanggung jawab dari orang dewasa yang diikuti anak, mereka yang diikuti anak ditahun politik melalui berbagai sarana, pengawasan media sosial yang lebih ketat melalui patroli Cyber oleh Kominfo dan Kepolisian, penguatan dan penegakan hukum. Sehingga tidak ada yang menjebak anak anak dalam situasi konflik dan mengancam jiwa.

Hal tersebut menjadi fokus Undang Undang Perlindungan Anak Pasal 76 ahwa Setiap orang dilarang memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; kemudian Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran, dilanjutkan Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dilanjutkan Peraturan KPU Nomor 13 tahun 2020 Pasal 88Eayat 1 dan 3. Di dalam ayat 1 menyatakan Partai Politik dan Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dilarang mengikutsertakan balita, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, dan orang lanjut usia dalam kegiatan Kampanye yang dilakukan melalui tatap muka secara langsung. Dan selanjutnya di dalam ayat 3 dinyatakan Dalam hal Partai Politik dan Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota mengenakan sanksi. Point a menyatakan peringatan tertulis pada saat terjadinya pelanggaran; dan/atau, point b peserta Kampanye yang sedang hamil atau menyusui dan orang lanjut usia, serta peserta Kampanye yang membawa balita dan anak- anak diperintahkan untuk tidak mengikuti kegiatan Kampanye melalui tatap muka secara langsung.

Kemudian Undang Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan di pasal 280 ayat 2 point k menyatakan Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih. YAng dilanjutkan Pasal 493 bahwa Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Untuk menerjemahkan aturan ini lebih implementatif KPU bersama Bawaslu, KPAI, Kepolisian dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengeluarkan himbauan bersama dalam cegah keterlibatan anak dalam politik praktis. Dengan memperhatikan 17 indikator, yaitu:

  1. Dilarang melakukan atau memanipulasi data anak sebagai pemilih
  2. Menggunakan fasilitas anak seperti sekolah. madrasah, pesantren, layanan serupa dan lainnya untuk kepentingan pemilihan capres wapres, caleg, gubernur, walikota, dan bupati.
  3. Memobilisasi masa anak untuk kampanye
  4. Menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk kepentingan pemilihan capres cawapres, caleg, gubernur, walikota, dan bupati.
  5. Menampilkan anak sebagai bintang utama dari iklan politik dalam media apapun
  6. Menampilkan anak di atas panggung kampanye untuk kepentingan pemilihan capres cawapres, caleg, gubernur, walikota, dan bupati.
  7. Menggunakan anak untuk memasang atribut-atribut untuk kepentingan pemilihan capres cawapres, caleg, gubernur, walikota, dan bupati.
  8. Menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktik politik uang oleh tim kampanye capres cawapres, caleg, gubernur, walikota, dan bupati.
  9. Mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain
  10. Memaksa, membujuk, atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara.
  11. Membawa bayi atau anak yang belum memiliki hak pilih ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak
  12. Melakukan tindakan kekerasan/eksploitasi atau yang dapat ditafsirkan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara, seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot air atau cat, dan/atau bentuk kekerasan/eksploitasi anak lainnya
  13. Melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi, dan/atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orang tua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya
  14. Memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota
  15. Melibatkan anak dalam sengketa hasil penghitungan suara
  16. Menggunakan anak menjadi pemilih pengganti bagi orang dewasa yang tidak menggunakan hak pilihnya
  17. Memasang foto, video anak, atau alat peraga kampanye lainnya.

Check Also

Alat Kontrasepsi, Perdebatan dan Kekhawatiran Nakes

Dunia jagad pendidikan kita, baru saja diramaikan perdebatan alat kontrasepsi. Hal itu terjadi karena pencantuman …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *