Lestari Membangun Peradaban Dari Kaki Gunung Ceremai

“12 tahun sudah suara motor terus memecah kesunyian di salah satu sudut rumah di desa Sidawangi, meski resiko medan berat yang akan dilalui, namun panggilan darurat itu mengalahkan segalanya”

Menjadi Bidan di kaki gunung Ceremai sangat menantang, karena jarak antar dusun yang berjauhan, naik turun yang curam, bahkan tidak bisa dijangkau kendaraan karena harus berjalan kaki. Namun hal ini tidak menyurutkan seorang perempuan kelahiran Solo, ia adalah Lestari 34 tahun. Ditengah 7000 warga desa Sidawangi, yang terletak di perbatasan Cirebon dan Kuningan, Tari mengabdi selama 12 tahun.

WhatsApp Image 2018-04-25 at 19.51.58(1)

Maklum saja untuk ke pusat layanan kesehatan seperti Puskesmas warga harus menempuh 15 km, apalagi Rumah Sakit 30 km. Dan itu jadi permasalahan tersendiri warga, sehingga enggan melangkahkan kaki. Mulai dari masalah ongkos, penghasilan buruh tani yang tak pasti dan jarak menjadi penyebabnya.

Kebutuhan tinggi akan layanan dasar kesehatan menyebabkan perangkat desa memiliki ketergantungan dan harapan tinggi pada Tari dalam menerima on call keluhan warga. Sehingga dalam setiap penjangkauan ia selalu ditemani, menjelajah 20 RT yang ada di Desa Sidawangi. Bila musim hujan tiba, harus lebih waspada dengan longsor.

WhatsApp Image 2018-04-24 at 08.18.40

Warga disini kebanyakan buruh tani, untuk pendidikan tak punya kesempatan banyak, hanya bisa menikmati sampai SD, letak geografis akses antar daerah jauh, masih ada daerah terisolir seperti Capar Tiga. Karena keteguhan Tari melayani semua, akhirnya ia menjadi tempat curhat warga.

Tari diharapkan perangkat desa aktif di Rapat Koordinasi Desa (Rakordes). Karena masyarakat lebih dekat ke Bidan, mereka menceritakan bagaimana kondisi kesehatan mereka yang tersangkut paut dengan pola hidup sehari hari. Seperti faktor ekonomi, kondisi sanitasi rumah dan lingkungan, bahkan sampai urusan sehari hari. Ini melampaui tugasnya sebagai Bidan. Karena pelayanan ini pula, perangkat desa sering bertanya tentang situasi warga, bahkan ketika ada permasalahan keluarga, bidan menjadi rujukan.

Rata rata angka kelahiran bayi disini adalah 15 anak, namun layanan boleh dikatakan 24 jam, tidak pernah libur. Baik tempat tinggalnya, Polindes dan Posyandu menjadi tempat layanan warga, mulai bayi sampai lansia. Keprihatinan ini seperti pilihan dan panggilan hidup bagi Tari, sehingga lebih banyak menghabiskan waktu untuk siaga dan tidak kemana mana.

Sejak adanya KIS masyarakat lebih berani meminta layanan kesehatan. Seiring itu pula Tari mempersiapkan pengkaderan layanan kesehatan dan relawan. Sayangnya belum semua masyarakat memiliki Kartu Indonesia Sehat. Namun bila ditanyakan ‘memiliki BPJS atau KIS’, warga akan asing mendengarnya, mereka lebih kenal Kartu Jokowi.

Untuk isu stunting dan wasting yang sekarang menjadi perhatian pemerintah. Alhamdulillah, sejak awal Tari selalu mencatat dengan rapih. Sehingga sejak dikandungan, jabang bayi terpantau. Melihat berat badan ibu dan jabang bayi, begitu juga selepas persalinan, berat badan dan tinggi badan dipantau sampai anak berumur 5 tahun.

Perangkat Desa juga menawarkan Tari untuk memanfaatkan Dana Desa. Tentu saja hal itu tidak di sia-siakannya dengan menambah aktifitas dengan sosialisasi, peningkatan gizi seperti kalsium, multivitamin, susu dan makanan tambahan seperti ikan dan buah. Jadi boleh dikatakan Sidawangi terbebas dari Stunting.

WhatsApp Image 2018-04-24 at 08.18.43

Selain itu ada kelas ibu hamil dan kelas ibu balita. Jadi tata laksana sejak hamil sampai persalinan. Harapannya Bumil tahu apa yang harus dilakukan. Jadi kita berharap tidak ada angka kematian ibu dan bayi.

Tari masih ingat, jam 11.00 malam terdengar kembali deru motor di pekarangan rumah. Kepala Dusun menyampaikan ada Bumil yang kejang, padahal sudah masuk hari kelahiran. Tanpa panjang kata, Kadus bersama Tari dan Pak RT berboncengan satu motor bebek menuju lokasi. Menempuh 4 km perjalanan dan berjalan kaki 1 km. Sampai di tempat Ibu tersebut sudah pecah ketuban, tensi 200/100 hipertensi dan harus segera melakukan pertolongan pertama. Lepas itu kita bopong rame rame bersama warga menempuh satu kilometer dengan berjalan kaki ke atas, sampai bertemu akses jalan. Kemudian lanjut dengan kendaraan untuk menuju Rumah Sakit.

Selain bergelut dengan kesehatan warga, Tari juga aktif dalam menjembatani permasalahan warga dengan berbagai pihak. Melalui budaya Gerakan Sabtu Bersih yang telah ada di masyarakat, ia mencoba masuk mengenalkan informasi baru kepada masyarakat. Biasanya itu ia lakukan lepas gotong royong warga. Lalu Tari mempromosikan hidup sehat, kesehatan reproduksi, mencegah demam berdarah, pemanfaatan potensi lingkungan. Melalui gerakan ini pula Tari menjawab permasalahan aktual di masyarakat yang bermunculan.

Untuk masalah KDRT, ia meminta laki laki harus lebih berperan. Oleh karena itu penting mendorong perangkat desa, RT RWnya untuk aktif menyelesaikan. Karena pendekatannya lebih personal antara lelaki. Penanganan berbasis keluarga lebih baik, dibandingkan harus berhadapan dengan hukum.

Umumnya remaja diluar sanah, begitupun yang terjadi di Desa Sidawangi, pernikahan usia dini, kejadian di luar pernikahan, kejadian dengan teman sebaya dan antar desa selalu menyita dan menjadi perhatian khusus perangkat desa dan Bidan. Untuk itu Tari mengambil peran pencegahan dengan menjelaskan kesehatan reproduksi, resiko hamil muda, mengenali psikologi remaja serta berusaha membangun penyaluran yang tepat untuk keinginan mereka. Hanya masih sangat minim, masih sangat butuh dukungan banyak pihak. Harapan Tari ada pihak swasta atau pemerintah yang mau mendirikan pendidikan vokasional, dalam mengatasi kesenjangan pendidikan.

Situasi perpolitikan di luar sana juga dirasakan warga di Sidawangi. Akhirnya mau tak mau Bidan menjadi tempat bertanya. Untuk itu ditengah kesibukannya ia harus kreatif dan mencari. Menjalin silaturahmi dengan banyak pihak agar terjaga suasana rukun, tenang. Sehingga mencegah situasi reaktif yang bisa saja terjadi. Melalui isu kesehatan, moral dan perilaku Tari menjaga Indonesia dari Sidawangi. Mereka hidup berdampingan. Ada Islam, Kristen dan Aliran Kepercayaan Lokal. Rumah ibadah berdiri berdampingan.

Yang masih menjadi problema besar bagi Tari dan membutuhkan dukungan besar adalah memperjuangkan nasib buruh tani dan perekonomian warga. Karena dalam meningkatkan kesadaran kesehatan berkorelasi dengan kondisi kemampuan setiap warga. Sia sialah kita bicara peningkatan kesehatan jika tidak diiringi peningkatan kualitas hidup.

lahan

Padahal warga memiliki lahan 50 hektar yang belum dimanfaatkan, hanya karena belum terbukanya akses jalan akhirnya mereka menjadi buruh tani. Harusnya dengan basic warga sebagai buruh tani tersebut seyogyanya dapat kita manfaatkan untuk menunjang ekonomi warga. Mereka sebenarnya bisa saja mandiri, namun karena akses jalan masih tertutup, akhirnya situasi ini lebih sering dimanfaatkan. Warga tidak memiliki harapan banyak dalam mengembangkan penghasilannya. Harapan mereka dapat menanam secara mandiri bila pemerintah memberi akses jalan bagi mereka. Bahkan ingin sekali desa Sidawangi mendapatkan dampak pariwisata Jawa Barat dengan membuat agrowisata.

Di desa Sidawangi ada 20 RT dengan fasilitas publik 3 TK dan sekaligus PAUD, 1 Polindes atau Poliklinik Desa, 3 Baperkam atau Balai Pertemuan Kampung dan 3 SD. Dalam memperoleh Pendidikan anak anak harus berjalan 4 km dengan kondisi jalan yang cukup curam. Harapannya dapat menambah fasilitas Pendidikan, seperti PAUD dan TK.

Tari sudah menjadi PNS untuk profesi Bidan yang dijalaninya. Hanya kalau dibandingkan antara upah PNS dengan perjuangannya 12 tahun, seperti ‘sesuatu yang takkan pernah terbeli’ karena dalam mindset bidan Tari, kado terindah adalah ketika bisa menyelamatkan warga. Itu seperti menghilangkan kelelahan 12 tahun.

Sebenarnya masih banyak kisah bidan sepertinya. Ada 142 bidan yang sedang bekerja di 142 Desa, dari 424 desa dan kelurahan di Kabupaten Cirebon. Lestari sebagai Ketua Forum Bidan Desa Cirebon ingin memperjuangkan nasib teman temannya juga, mengusung perjuangan perempuan melalui perjuangan seorang bidan. Kami mempertahankan Indonesia dari sini, dengan bekerja dalam sunyi.

Check Also

Alat Kontrasepsi, Perdebatan dan Kekhawatiran Nakes

Dunia jagad pendidikan kita, baru saja diramaikan perdebatan alat kontrasepsi. Hal itu terjadi karena pencantuman …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *