Mungkin tidak pernah terbayang di benak kita, seorang Kepala dari Lembaga Pelindung Anak di Lampung Timur diduga melakukan aksi jual anak korban perkosaan.
Namun praktek itu akhirnya terbongkar setelah sekian lama, karena korban kabur dari rumah aman tersebut. Bahkan diduga kondisi tersebut dialami serupa dengan anak anak lainnya yang dititipkan disana.
Sedih bukan kepalang, dialami ortu korban yang telah menitipkannya. Terbayang keputusharapan atas musibah yang menimpa keluarganya. Istilahnya dari mulut buaya jatuh ke mulut harimau. Tapi nasib tragis itu harus dialami keluarga di Lampung Timur. Ayah korban berteriak biadab kepada pelaku.
Terbayang para aktifis anak yang selama meenitipkan anak di tempat tersebut. Langsung terbayang? Sudah berapa kali menitipkan korban perkosaan selama pelaku menjabat ASN. Bagaimana bisa, tak habis fikir dibuatnya.
Komisioner KPAI Jasra Putra yang disampaikan wartawan peristiwa tersebut lamgsung meradang. Bagaimana bisa pemgawasan anak di tingkat ring 1 kecolongan seperti itu. Karena biasanya tempat tersebut mempunyai peraturan, protokol dan filter yang sangat ketat. Apalagi di mandat P2TP2A sebagai kepanjangtanganan pempus dan pemda
Di tempat itu pula menjadi tempat koordinasi kementerian, lembaga dan APH dalam mengamankan, memantau dan melayani perkembangan anak korban kekerasan.
Ia berharap kejadian luar biasa ini tidak membuat pemerintahan setempat bungkam. Karena pembenahan harus segera dilakukan. Semua pihak harus mendukung dan cepat merespon. Agar tidak terulang lagi.
Pelaku yang bersumpah dan dimandatkan menjadi pelindung anak dalam jabatannya sebagai pelindung anak, tentu punya tanggung jawab berat. Jasra berharap ASN ini benar benar mendapat pengawasan Kemenpan RB. Jangan sampai hukumannya hanya pemindahan tugas dan kasusnya tenggelam begitu saja. Karena akan jadi potret buruk penyelenggaraan perlindungan anak yang diamanahkan negara.
Jasra ingin ada audit transparan bagaimana ia menerima jabatan itu, berapa lama memperkosa anak anak di P2TP2A dan dijual kepada siapa saja anak anak tersebut, tegasnya. Karena bagaimanapun ia pejabat publik kepala lembaga. Tentu terkait banyak pihak yang jadi korbannya. Kalau tidak tuntas akan jadi preseden buruk di kemudian hari terhadap penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia.