Home / KBAI Reportase / Tak Bersekolah, Anak Anak Berpotensi Ikut Aksi Unjuk Rasa

Tak Bersekolah, Anak Anak Berpotensi Ikut Aksi Unjuk Rasa

Hak penyampaian pendapat bagi setiap manusia dijamin Undang Undang, begitupun anak. Mereka juga memiliki hak politik. Bahkan anak yang dijamin negara sampai 18 tahun sudah diperbolehkan mencoblos sejak masuk usia 17 tahun.

Presentasi Komisioner Hak Sipil dan Partisipasi Anak pada Zoom Meeting bersama Kementerian dan Lembaga

Hanya sayangnya proses anak anak menyampaikan pendapat tidak berlangsung baik. Data KPAI menyampaikan kisah sia sia 4 anak meninggal dan ribuan anak menjadi korban akibat pemaksaan mendulang suara politik.

Jasra Putra Komisioner KPAI menyampaikan meski sudah banyak kejadian, namun nyatanya aksi unjuk rasa dengan pelibatan anak anak, gelombangnya terus mengalir derasnya di Indonesia. Terakhir ribuan anak pada penyalahgunaan anak pada aksi tuntutan RKUHP. Potensi ini akan berujung maut bila tidak di sadari semua pihak.

Untuk tahun ini jumlah pemilih usia anak (DP4) sebesar 456.256 anak. Tentu akan menjadi kerja keras KPU, Bawaslu dan DKPP memastikan anak anak tidak dilibatkan pada aksi unjuk rasa atau kampanye. Namun disisi yang lain bagaimana anak anak bisa menyampaikan suara dan coblosannya secara bermakna.

Dalam koordinasi kementerian dan lembaga baru baru ini yang di selenggarakan KPAI, semua mengakui tidak terhindarkan nya anak anak disertakan dalam aksi unjuk rasa.

Bahkan bisa lebih buruk lagi karena mereka tidak bersekolah. Ruang pengawasan anak sejak Covid 19 berkurang drastis. Kegiatan terstruktur anak yang biasanya terikat pada pencapaian tumbuh kembangnya juga lumpuh di kondisi ini.

Susanto Ketua KPAI

Saat ini diakui nnak anak juga dominan sibuk dengan gadgetnya. Padahal temuan Kepolisian pelibatan aksi unjuk rasa dilakukan oknum tidak bertanggung jawab melalui pesan media sosial. Bahkan mereka yang berminat dibuatkan grup WA. Dengan rantaian pesan Hoax yang dibawa.

Muhammad Ridwan penggerak relawan muda Seknas Penanganan Dampak Covid 19 Buruh Perempuan dan Anak melihat fenomena anak anak ikut aksi unjuk rasa, karena minimnya ruang anak menyampaikan pendapat. Meski negara memiliki forum forum resmi penyampaian pendapat, namun belum inklusif ada di semua tempat anak berada.

Didiek Santosa – Kabid ABH KemenPPA

Buktinya adalah makin banyaknya anak anak ikut unjuk rasa. Padahal kalau mereka mengikuti edukasi cara menyampaikan pendapat pasti tidak ada anak yang mau begitu saja ikut aksi massa. Hal itu ia buktikan ketika aktif di forum anak. Anak anak menyampaikan pendapat memiliki prinsip tidak mau dilibatkan begitu saja, tanpa adanya pemahaman awal kepada mereka dan bagaimana mereka berpartisipasi. Apalagi mereka hanya ikut ikutan, pasti ujungnya jadi martir dan korban.

Memang sejak KPU mengumumkan agenda politik tetap berjalan dalam 270 Pilkada di Indonesia. Sejak itu anak anak akan kembali terlibat. KPAI sendiri sudah melaporkan cara mendulang suara dengan penyalahgunaan anak anak kepada KPU dan Bawaslu. Namun sampai hari ini tidak ada cara efektif menghindarinya.

KPAI bahkan mengingatkan kondisi pra agenda pencoblosan tersebut, mulai pra kampanye, kampanye, pencoblosan dan pasca kampanye anak anak menjadi terdepan pada aksi aksi dampak Pemilu yang di selenggarakan.

Farid Ari Fandi redaktur KBAI menyampaikan pemerintah belum memiliki cara efektif menghindarkan anak anak pada aksi massa. Meski Undang Undang menyatakan itu berbahaya. Bukti korban yang terus berjatuhan adalah kegagalan sistem perlindungan anak dalam melindungi setiap anak Indonesia di area unjuk rasa. Bahkan seringkali kita melihat bayipun diajak, tanpa jaminan perlindungan dan pencegahan.

Kanya Eka Santi Direktur Rehabsos Anak Kemensos

Untuk itu masa belajar di rumah, menjadi ancaman besar setiap orang tua yang tidak bisa memberikan alternatif hiburan untuk anak mereka. Keringnya hiburan menyebabkan pilihan ikut aksi unjuk rasa semakin mudah, apalagi ada yang menggerakkan.

Saya rasa aksi mendulang suara politik Indonesia ke depan akan lebih banyak lagi melibatkan anak anak. Tentu Kepolisian akan bekerja keras sebagai pelaksana terdepan tegaknya aturan.

Irjen Pol Wahyu Hadiningrat, MH – Wakil Bareskrim Mabes Polri

Saya berharap ada cara pendekatan yang lebih tegas sejak sekarang, kepada para korlap yang masih melibatkan dan membiarkan anak anak berada di aksi mereka.

Kesadaran bersama bahwa tingkatan pemahaman, emosional yang belum matang dan bukti kuat pemanfaatan anak efektif di aksi aksi unjuk rasa kemarin harusnya jadi pelajaran besar bangsa ini. Kalau mau dikatakan tidak lagi ingin anak anak meninggal di aksi unjuk rasa.

Karena semakin dibiarkan, biasanya ujung agenda politik akan menjadi ‘unjuk kekuatan’ dan ‘berlangsung keras’ dengan memanfaatkan berbagai hal dan media, sampai pencoblosan nanti. Kita punya kewajiban mencegahnya dari sekarang. Kita tidak ingin anak anak terus terpapar dan menjadi korban atau pelaku kekerasan. Tentu situasi tidak sekolah dan Covid akan memperburuknya lagi.

Kegiatan Rakor yang diselenggarakan KPAI tersebut dihadiri oleh Ketua KPAI Susanto, Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, Jasra Putra Komisioner Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Putu Elvina Komisioner Bidang Anak Berhadapan Dengan Hukum, Ai Maryati Solihah Komisioner Bidang Trafiking dan Eskploitasi Anak, Staff Ahli Menkopolhukam Asmarni, Wakabareskrim Mabes Polri Irjen Pol Wahyu Handiningrat, Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kememensos Kanya Eka Santi, Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Anak Kabid Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) Didiek Santosa, Polda Metro Jaya Kasubdit Renakta Akbp Piter Yanottama, SH., SIK., MH (Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya).

Check Also

Caper Lo: Hilangnya Apresiasi Di Masa Remaja

Seringkali kita mendengar remaja kita, membully secara psikologis dengan sebaya, dengan kata Caper Lo!!!. Padahal …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: