Pasca aksi para pelajar SMP, SMA, SMK dan STM di Jakarta. Unit Sabhara Polda Metro Jaya sampai siang ini telah memulangkan 608 anak yang terlibat aksi pelajar kemarin (25/9). Namun masih banyak anak anak.
Menurut Junito Driaz dari Wahana Visi Indonesia yang bergerak bersama Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) memantau langsung kondisi orang tua, anak dan proses di Polda. Menurutnya orang tua dan kerabat masih banyak yang belum menemukan anaknya. Mereka kebingungan mencarinya karena penanganan ribuan anak sejak siang tadi (26/9) tersebar di Unit Reskrimsus, Reskrimum, Narkoba, Jatanras, Sabhara dan Resmob. Karena mereka telah melapor kehilangan anak. Petugas Sabhara belum bisa menunjukkan data yang lengkap.
Namun dari data yang tercatat ada 608 anak yang telah dijemput orang tuanya. 608 anak ini adalah anak yang di amankan sejak siang hari (25/9). Ketika mereka berusaha mendekati gedung DPR mereka sudah diamankan. Dan juga anak anak yang ditangkap saat kerusuhan dan dini hari (26/9). Jadi secara bergelombang para pelajar di bawa menuju Polda Metro Jaya dan Polres sekitar Jabodetabek.
Mereka membagi beberapa kelompok dalam pemeriksaan, pertama para pelajar yang diamankan sebelum sampai DPR, kedua kelompok pelajar yang membawa sajam dan hal hal dilarang hukum dan mereka yang dalam smartphonenya ditemukan memuat informasi penting sementara diminta tinggal di kantor. Artinya posisi anak membawa sajam, bahwa anak sejak awal mengerti mereka menyampaikan pendapat dalam kondisi yang tidak aman.
Bagi Driaz, ribuan anak yang berada dalam Polda Metro Jaya, dan juga tersebar di Polres Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta Utara perlu pendampingan dan pemantauan. Namun sejak malam kepolisian terus melakukan upaya agar para pelajar segera pulang dan dijemput orang tuanya dengan meminta orang tua yang kehilangan anaknya segera mengambil. Namun karena jumlahnya yang ribuan, pendataan membutuhkan waktu dan effort yang besar.
Saat pantau di Reskrimsus ada data 68 anak. Jadi satu penyidik memeriksa 4 sampai 5 anak. Tadi ketika saya mengantar anak anak, mereka tidak punya pendamping anak dan saya dilarang kedalam, karena masih fase penyelidikan. Nanti kalau sudah naik menjadi penyidikan, para pendamping hukum akan diminta ikut proses selanjutnya. Padahal di Undang Undang Sistem Peradilan Anak mereka berhak mendapatkan pendampingan, tutupnya.
Karena situasi yang masih crowded tersebut Rebeka Hening dari ChildFund yang tergabung dalam Aliansi PKTA yang juga berada di Polda Metro Jaya siang ini, menyarankan agar Polda segera membangun Pusat Crisis Center untuk membantu orang tua mencari anak. Kami dari Aliansi PKTA akan segera koordinasi untuk merekomendasikan hal hal yang bersifat untuk segera direspon bersama, ujarnya.