Home / KBAI Reportase / Mendorong Pembagian Peran Negara dan Masyarakat Atasi Kejahatan Seksual
Pekerja Sosial Deni Sehabudin mengenalkan berbagi peran dikeluarga bersama 118 anak di Sekolah Alam Bandung dalam program Family Based Care kerjasama Majelis Pelayanan Sosial Muhammadiyah dengan Family For Every Child

Mendorong Pembagian Peran Negara dan Masyarakat Atasi Kejahatan Seksual

Memang tidak mudah menuliskan berita untuk korban anak. Karena pengalaman dan kajian menyampaikan membuka identitas baik korban, pelaku atau saksi berdampak kedepannya kepada kehidupan dan masa depan. Segala identitas yang mendekatkan kepada mereka akan merugikan. Hanya saja respon dari setiap kasus di tangan APH mengundang dan menggoda banyak pihak untuk selalu menggunakan media sebagai pendorong mempercepat berbagai perhatian atas kasus anak.

Muhammad Ihsan Tenaga Ahli Direktorat Anak Kementerian Sosial RI yang menggeluti bidang hukum menyampaikan UU Sistem Peradilan Pidana Anak memberi pesan baik korban, pelaku dan saksi dilindungi identitasnya. Identitas itu meliputi foto anak, orang tua, keluarga, rumah, sekolah. Dan bila ada yang mempublishnya diancam pidana 10 tahun. Untuk itu biasanya Media punya cara dalam menampilkan ini. Etika seperti blur foto atau membuat objek lain sebagai penggambaran kejadian menjadi pilihan yang baik. Seperti gambar kartun, boneka yang dapat menggantikan perhatian pembaca.

Menurut Komnas Perlindungan Anak memasuki tahun yang baru sudah 4 kasus korban kejahatan seksual, pertama di Samosir, kedua Pematang Siantar, ketiga Deli Serdang, dan terakhir Sorong. Pemicunya adalah Miras dan Narkoba. Untuk itu Media mempunyai peran penting dalam membunyikan deteksi dini dan peringatan kepada setiap keluarga untuk lebih memperhatikan lingkungannya dalam mengentaskan Darurat Kejahatan Seksual, jelas Arist Merdeka Sirait

Fenomena Miras dan Narkoba memang selalu menyertai sebelum kejadian, seperti korban anak di Rejang Lebong dan Sorong. Hal ini menjadi perhatian Ketua Komnas Perempuan Azriana. Bahwa kejahatan seksual tidak hanya sebatas identifikasi permasalahan dan pemberatan hukuman, tanpa upaya menjauhkan para pelaku dari miras, narkotika dan pornografi. Untuk itu Pemerintah Daerah punya peran mengawasi mata rantai pemasok hal tersebut. Komnas Perempuan juga sangat berharap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera di syahkan. Karena bentuk kekerasan seksual sekarang lebih beragam, dan UU yang ada tidak memadai. Dari 321 ribu kasus yang dilaporkan kepada kami sebagian adalah kekerasan seksual.

Hadi Utomo Pakar Analis Kebijakan Perlindungan Anak menyampaikan Early Warning System harus dihidupkan Negara. Diantaranya memperhatikan masukan dari masyarakat yang mengusung RUU Perlindungan Anak. Didalamnya membicarakan pengasuhan berkelanjutan (continum of care) yang mempunyai peran sebagai deteksi dini. Tentunya pembagian peran harus dilakukan. Negara dan Pemerintah melakukan deteksinya. Karena Masyarakat tidak mungkin menangani deteksi yang sangat rawan dan dapat menimbulkan kekacauan, kecuali diberikan mandat Negara. Masyarakat cukup membantu melaporkan bila terjadi kejadian kekerasan.

RUU ini berisi 170 pasal yang Norma, Struktur, Prosedur dan Kriteria terus disempurnakan. Dokumen ini telah kami serahkan kepada DPR RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Sosial. Dengan memberi peran Kabupaten dan Kota menyiapkan ruang konsultasi anak dan keluarga. Aliansi mendorong agar Negara mau memasukkan instrument pengasuhan berkelanjutan yang telah berlangsung secara adat maupun hukum positif di masyarakat agar segera diformalkan. Sehingga menjaga penyelewengan, eksploitasi dan kekerasan di keluarga, masyarakat dan panti, tutup Hadi.

Salah satu profesi pendampingan yang dimiliki masyarakat adalah Pekerja Sosial. Profesi ini telah dikenalkan Negara melalui Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Sertifikasi Pekerja Sosial, salah satu tujuannya adalah memberikan layanan yang berkualitas dalam melakukan kerja kerja sosial di masyarakat.

Deni Sehabudin Pekerja Sosial di Kabupaten Bandung menyatakan berbagai kasus mulai dari trafikking, sodomi, inses bahkan pembunuhan sedang ditanganinya. Saat ini kesadaran masyarakat sudah tinggi untuk berani melapor. Sinergitas penanganan di lapangan melalui Manajemen Kasus antar institusi juga mulai terbangun. Hanya di saat bersamaan laporan masuk begitu banyak tidak sebanding dengan petugas dilapangan. Untuk itu di kota Bandung kami sedang merencanakan membangun database korban dan menitipkannya ke tiap institusi agar ditunjuk orang yang bertanggung jawab. Karena sebenarnya ini masalah teknis dan budaya kerja di tiap institusi dan informasi respon tiap institusi. Oleh karena itu saya sangat berharap SKPD Kabupaten Bandung, Dinas Sosial, BKBPP, Disdukcapil, Dinas Kesehatan, Polres Bandung unit PPA, P2TP2A, Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA), Jaringan Relawan Independen (JaRI), Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA Institut), Save The Children dan Bandung Independent Living Center (Bilic) yang fokus pada advokasi Disabilitas, -tetap bisa bekerjasama membangun kerja yang lebih efektif kedepan dalam menekan angka kejahatan seksual di Kota Bandung. Sehingga ada sistem rujukan (Referral System) yang sistematis dalam memudahkan pembagian wilayah kerja.

Senada dengan itu, Amirullah Hidayat Sekretaris Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah ingin setiap daerah mempunyai ruang konsultasi anak dan keluarga. Muhammadiyah sendiri selama setahun ini membuka diri melalui Balai Kesejahteraan Sosial di Bandung. Kurang lebih 118 anak dari 85 keluarga mendapatkan layanan langsung mulai dari konseling, penguatan kualitas pengasuhan dan pendampingan kasus baik dikeluarga maupun di kepolisian.

Saya kira memang selama ini terlepasnya anak di keluarga tidak dapat terdeteksi secara baik, banyak anak anak harus terpisah dari keluarganya dan hidup tidak menentu, -ada yang putus sekolah, ada yang berjualan atau mengemis dijalan. Program ini telah mereunifikasi 3 anak dan menghindarkan beberapa anak dari jeratan hukum. Yang sebenarnya permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan musyawarah antara keluarga korban, saksi dan pelaku. Keterlibatan tokoh masyarakat dan para ulama juga mensukseskan program di Bandung. Tentunya juga komitmen Dinas Sosial Kota Bandung. Saya sangat mendukung bila RUU Pengasuhan Anak segera menjadi prioritas legislasi nasional, karena kebutuhannya sangat jelas untuk para orang tua yang memang sulit mendapatkan edukasi pengasuhan keluarga. Negara harus mendampingi masa masa rawan di keluarga mulai pendidikan pra nikah, saat mulai berkeluarga dan pasca nikah. Karena perceraian pada usia pernikahan muda angkanya sangat tinggi.

Dari keberlanjutan program, ada beberapa anak yang membutuhkan pengasuhan keluarga, karena Muhammadiyah meyakini pengasuhan terbaik dengan menempatkan anak anak dikeluarga. Oleh karena itu kami butuh dukungan melanjutkan program ini dengan menyediakan para orang yang siap jadi orang tua mereka (Foster Care). Program ini akan kami laksanakan di 3 propinsi Banten, Jakarta dan Jawa Barat. Silahkan bagi para orang tua yang siap jadi keluarga pengganti untuk mengasuh anak anak dapat bertemu Pekerja Sosial kami.

Check Also

Caper Lo: Hilangnya Apresiasi Di Masa Remaja

Seringkali kita mendengar remaja kita, membully secara psikologis dengan sebaya, dengan kata Caper Lo!!!. Padahal …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *