Siapa yang tidak tahu atlet atlet legendaris bulutangkis yang mengharumkan nama bangsa? Siapa yang tdak bangga mendengarkan lagu Indonesia Raya bergemuruh di dunia olahraga? Siapa yang tidak bangga Negara kita tidak pernah terkalahkan dalam bulu tangkis? Tentu menjadi semangat perlawanan dan pembuktian Indonesia di mata dunia
Tapi…
Siapa yang tidak pernah mencium asap rokok? Siapa yang punya keluarga mengalami penderitaan panjang akibat rokok? Siapa yang pernah menyuruh anak membeli rokok? Siapa yang bisa memilih untuk tidak menghirup asap rokok? Siapa anak yang berani melawan ketika disuruh ortunya beli rokok?
Kedua hal tersebut sangat tidak bisa dipertentangkan, tapi yang harus bunyi di perasaan kita, di pernyataan pertama adalah Ayok Dukung Terus Atlet Indonesia Berprestasi Di Dunia. Dan pernyataan kedua perasaan kemanusiaan kita yang timbul, dengan prihatin dan miris untuk segera mencegah dan menyelamatkannya.
Dua arah diskusi yang berbeda bukan? Para atlet akan senang dukungan besar selama ini yang memang dibutuhkan para atlet bulu tangkis, dan yang mendukungnya patut mendapat apresiasi yang besar.
Namun disisi yang lain hal tersebut terus sangat menyakitkan dan menjadi penderitaan bagi keluarga yang sedang memperjuangkan saudaranya sembuh dari penyakit akibat berkepanjangan mengkonsumsi tembakau. Padahal sudah diingatkan setiap bungkus rokok, bahwa Merokok Itu Membunuhmu.
Artinya, Dua hal yang harus dijawab dengan perspektif berbeda atau cara pandang berbeda juga. Karena kalau dicampur aduk akan menyesatkan fikiran? Membuat perdebatan yang tidak perlu dan sia sia.
Karena itulah suara dering telepon kantor KBAI terus berbunyi, menanyakan sikap kantor tentang perdebatan pelibatan anak anak dalam audisi beasiswa pencarian bakat. Bahkan ada yang meminta KBAI bersikap independent dalam banyak pendapat baik di media mainstream maupun media netizen. Belum lagi komentar komentar via email dan medsos KBAI yang berisi berbagai pandangan, yang tak pernah disetujui adminnya untuk ditampilkan. Karena KBAI berpandangan anak anak tidak bisa ditempatkan dalam perdebatan kita, tapi orang dewasalah yang berkepentingan menyiapkan masa depan anak anak Indonesia lebih baik lagi. Apalagi kalau yang membaca anak anak yang sedang merokok hari ini, jangan sampai menjadi alih alih pelegalan sikap mereka. Dan akhirnya anak anak menjadi korban berlapis. Disisi yang lain para produsen rokok sudah menjalankan komitmennya akan kerugian memproduksi tembakau berkepanjangan, dengan menuliskannya di setiap bungkus rokok bahwa Merokok Itu Bisa Membunuhmu. Tapi kenapa rokok terus dibeli? Iya jawabannya, memang Zat Adiktif yang ada di Tembakau membuat gurih dan candu dan Manusia di beri Tuhan anugerah yang bisa merasakan itu. Lalu?
Kenapa KBAI baru membahasnya sekarang? bukan kemarin ketika hangat. Karena KBAI meyakini orang yang sedang berdebat tanpa ada moderator yang bisa menempatkan permasalahan akan sia sia. Makanya KBAI memilih tidak popular dan membahasnya sekarang. Itupun pembahasan nya sangat dibatasi, karena semangat membahas ini adalah menjadi gerakan kesadaran bersama, bukan menyalahkan atau mendukung masing masing pihak.
Kantor Berita Anak Indonesia memandang, diluar konsen kita masing masing didalam melihat saling silang pendapat. Ada yang perlu digarisbawahi bersama, bahwa konsen kita kepada generasi bangsa sama dan sangat luar biasa. Terutama dalam menyalurkan dan mengembangkan bakat dan minat, terutama di bidang bulu tangkis. Sebagaimana di ketahui Indonesia merajai dunia untuk soal yang satu ini, dibanding bidang bidang yang lain. Itupun juga didukung karena memiliki divisi sistem komunikasi, marketing, brandingnya yang dikelola oleh perusahaan. Sedangkan kelebihan Indonesia yang lain di mata dunia bukan tidak ada, karena tidak sepanjang perusahaan ini mengelolanya. Tidak ada yang buruk atau harus dibandingkan, justru kita harus saling belajar.
Indonesia dan perusahaan tersebut membangun mimpi bersama melalui bidang bulu tangkis. Dan sudah banyak terlahir tokoh bulu tangkis dunia dari sana. Namun belakangan dunia memiliki konsen tentang perusahaan yang memproduksi rokok, sebagaimana pengakuan dunia rokok adalah cara nikmat untuk mati. Meski sudah diingatkan namun sulit melarangnya, karena realitanya dampak kematian tersebut tidak langsung datang. Dunia kemudian membuat komitmen bersama pentingnya pengendalian tembakau untuk konsumsi produk rokok. Karena dapat berpengaruh kepada kesehatan, bahkan dampak jangka panjangnya menjadi penyakit degenerative atau katrastropik. Badan dunia bidang Kesehatan membuat komitmen tersebut dengan nama The WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) pada tahun 2005. Berangkat dari kesadaran bersama 177 Negara bahwa melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari efek merusak konsumsi tembakau pada kesehatan, sosial, lingkungan, dan ekonomi dan membatasi penggunaannya dalam bentuk apapun di seluruh dunia. Perjanjian ini mengikat pengaturan produksi, penjualan, distribusi, periklanan, dan perpajakan tembakau (sumber Wikipedia)
Meski Indonesia tidak meratifikasi komitmen supranasional ini, namun Indonesia memiliki aturan yang melarang perusahaan yang memproduksi rokok untuk tidak membranding produknya dengan melibatkan dan menyentuhkannya dengan anak anak. Belakangan aturan tersebut menjadi perdebatan panjang di Indonesia, antara perusahaan dan badan legal negara dalam perlindungan anak. Sayangnya perdebatan ini tidak sebanding, karena perusahaan punya divisi professional menjawabnya sedangkan Lembaga tersebut tidak punya pengalaman mengelola komunikasi, bahkan mungkin tidak ada anggaran dan orang yang bekerja di area tersebut. Sehingga pertarungan yang nampak adalah bagi Lembaga tersebut sudah jatuh tertimpa tangga.
Ujungnya saling membandingkan kontribusi mereka kepada Negara Indonesia dan menjadi perseteruan yang asyik untuk yang melanjutkannya, terutama di Majelis Persidangan Medsos. Proses kritis masyarakat dan netizen bekerja hampir 2 minggu bicara hal ini. Hingga berakhir saat Menteri Bidang Kepemudaan dan Olahraga di Indonesia memutuskan mengubah nama audisi beasiswa dan melanjutkan audisi nya di 2020, sedangkan Lembaga legal negara dalam perlindungan anak mencabut pengaduannya kepada perusahaan yang dianggap telah melanggar aturan. Seketika meredalah jagad raya media sosial kita.
Bagi KBAI, semua yang sedang kita bahas tidak jauh dari penerima manfaatnya adalah anak anak, baik yang kita bahas dianggap berujung baik untuk anak ataupun berujung dianggap buruk untuk anak. Peraturan hanyalah menjadi peraturan, dan anak anak terus meminta perlindungan kita semua. Agar mereka tetap berprestasi di dunia, terbebas dari asap rokok, dan tidak menjadi pewaris para perokok. Saya kira itu konsen kita semua, Tanpa menganggap apa yang dilakukan perusahan tersebut salah. Karena aturan datang belakangan, hanya lama tidak ada yang mengatakan perlu di evaluasi, di terapkan atau di perhatikan.
Karena akhirnya perhatian lebih kita terfokus pada kasus, bukan edukasi saat aturan tersebut di 2012 muncul dan sangat jauh dari kita, padahal di saat itulah harusnya teredukasi dan tersosialisasi kita semua. Hal tersebut tidak salah, ini kenyataan. Di Negeri ini kalau salah baru muncul berbagai peraturan, tapi kenapa peraturan itu muncul jarang dibicarakan. Padahal itu consensus bersama, melibatkan semua pihak. Bukan terpisah pisah seperti kasus rokok kemarin.
Karena itu kenyataan, jadi ada baiknya energi perdebatan yang besar ini, menjadi penyadaran bersama, seringkali aturan menjadi perhatian saat ada kasus. Karena kasus itulah kita mengerti ada aturan, sangat manusiawi bukan? Meski harusnya tidak begitu. Karena kita lebih lama bangga dengan kehebatan Indonesia di bulu tangkis dunia. Dan memang patut dibanggakan dan kita sangat mengparesiasi perusahaan yang membela habis habisan bidang bulu tangkis, karena sudah jelas dan riil hasilnya dan manfaatnya untuk Indonesia.
Peraturan pelarangan itu datang melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Namun disisi yang lain perusahaan telah lama melakukan pencarian bibit bulu tangkis melalui cara audisi langsung di masyarakat dengan mencantumkan logo mereka di setiap produksi evennya dan belum pernah ada evaluasi pasca keluarnya aturan tersebut.
Saatnya refleksi dan penegakan aturan yang berangkat dari kesadaran bersama, sebagai mana forum WHO FCTC tahun 2005 menyadari pentingnya isu ini menjadi konsen bersama, meski sangat telat kasus ini muncul belakangan, dari kesepakatan negara negara di dunia tahun 2005 dan Indonesia merasa penting pelarangan ini di 2012.
Mari semangat dari Gedung Menpora menjadi semangat baru dalam menyadari itu semua, dan bergerak untuk tetap memotivasi anak untuk terus berprestasi sampai tingkat dunia, juga dukungan kita dengan tidak menambah lagi generasi pewaris rokok, karena mereka potensial market yang sangat besar. Anak anak generasi peniru, kecuali mereka dilatih seperti audisi untuk menjauhinya dan menjadi atlet dunia. Lalu siapa yang mendukung anak anak diluar bulu tangkis, yang tiap hari anak mengisap rokok ataupun hanya menghirupnya.
Dua isu ini berjalan beda arah 180 derajat, tapi menjadi konsen kita semua. Bahwa sebesar apa komitmen kita di kedua arah tersebut? Maukah mendukungnya? Seperti kita mendukung bulu tangkis sampai prestasi dunia puluhan tahun. Juga kepentingan kita menggeser sedikit isu ini, kepada perhatian potensial market rokok yaitu mereka yang tidak pernah bisa memilih mengisap rokok kita dan terlahir dari keluarga perokok juga pilihan tidak mau mengisap asap rokok, mereka juga ingin berprestasi sampai tingkat dunia, tentunya ini bukan tugas satu orang tetapi tugas kita semua.
Tapi konsen bersama tentu kita setuju pernyataan ini, Anak adalah peniru yang baik bukan pendengar yang baik. Bayangkan sekarang perdebatan kita didengar anak anak, dan kembali bahwa anak bukan pendengar yang baik, lalu arah perdebatan kita untuk siapa?
Anak bukan pendengar yang baik. Mari majukan diskusi kita hari ini, jangan memundurkan. Sebagaimana semangat puluhan tahun kita mendukung atlet bulu tangkis yang memang sudah disiapkan, sampai anak anak berprestasi di tingkat internasional. Salam Hormat tentunya buat para pejuang legendaris bulu tangkis kita. Dan kita sepakat ini untuk terus didukung.
Juga sambil perhatian kepada anak anak yang terlahir dari keluarga petani tembakau kita, mereka tidak bisa memilih terlahir dari mana? Mereka anak anak yang tidak bisa memilih, ingin mengisap asap rokok atau tidak, karena mereka generasi peniru dan zat adiktif candu itu enak, katanya. Iya tentu mana tahan? dan anak anak yang tidak bisa berkata merokok itu membunuhmu dan terus menghirup asap rokok diberbagai tempat.
Mari berada di barisan pendukung atlet berprestasi dalam bulu tangkis sampai tingkat dunia, juga ada di barisan yang mencegah anak terhindar dari rokok, Keduanya perlu didukung dan keduanya ingin berprestasi di tingkat dunia dengan caranya masing masing. Mari berlaku adil sejak dari fikiran? Yuk Move On untuk saling mendukung bersama dan menyiapkan masa depan anak anak Indonesia lebih baik lagi.