Home / Jurnalisme Warga / Caper Lo: Hilangnya Apresiasi Di Masa Remaja

Caper Lo: Hilangnya Apresiasi Di Masa Remaja

Seringkali kita mendengar remaja kita, membully secara psikologis dengan sebaya, dengan kata Caper Lo!!!. Padahal sebenarnya kita semua sedang membiarkan kecerdasan emosi tidak berkembang. Karena berganti kekahwatiran berlebih atau generasi serba salah atau generasi galau.

Masa remaja adalah masa penuh mencari perhatian. Karena apresiasi yang telah hilang sejak ia bertumbuh remaja. Padahal mereka masih sangat membutuhkan apresiasi dalam hal sekecil apapun.

Umumnya anak kehilangan kebutuhan esensialnya yaitu di apresiasi semenjak dianggap sudah bisa berjalan sendiri. Padahal ia masih membutuhkan perhatian penuh dan apresiasi penuh, dalam menjemput tumbuh kembang yang masih belum sempurna, namun butuh pengakuan.

Jikalau anda kembali ke masa bayi dan kanak kanak. Begitu melimpahnya ungkapan apresiasi di sekitar anda. Contoh ketika anda bersuara pertama kalinya sebagai bayi, seketika semua orang akan menciumi anda, bahkan melengkapi apresiasi mereka dengan kegemasan, melihat kepintaran sang bayi.

Begitupun ketika masuk masa kanak kanak, mulai bisa berjalan, melompat, berlari, semua orang akan begitu mengapresiasi penuh. Karena apresiasi yang peuh tersebut, anak anak bertumbuh begitu sangat cepat.

Tibalah saat remaja, kita terkaget kaget, begitu banyaknya permasalahan remaja. Padahal mereka masih butuh banyak di apresiasi, masih butuh lingkungan yang merekayasa atau diciptakan agar mereka bertumbuh kembang ke arah yang diinginkan.

Tapi karena ketika apresiasi itu hilang, mereka di rebut oleh tempat tempat yang tidak kondusif, tempat yang sebelumnya belum anak kenal.

Mereka mencari tempat diluar sana, yang bisa mengapresiasi mereka. Namun sayangnya itu tidak terjadi.

Kebutuhan remaja mencari tempat, mencari pengakuan, mencari jati diri. Justru menjadi serangan untuk dirinya sendiri.

Ditengah butuh apresiasi dan diantara pertumbuhan yang belum matang betul, mereka mencarinya dengan di sertai emosi yang tidak stabil. Situasi ini kemudian di manfaatkan para oknum, untuk mengeksploitasi mereka. Seolah olah memenuhi kebutuhan yang tidak dapat di rumah, namun sebenarnya akan terjadi ekspolitasi dan komersialisasi anak.

Lingkungan manipulatif ini hadir dengan seolah olah mengapresiasi mereka, namun di depan sana (yang mereka tidak tahu) telah menanti berbagai situasi buruk, situasi lingkungan yang tidak memihak, yang bisa mengeksploitasi mereka sampai habis laksana orang memeras pakaian yang basah sampai kering.

Ditengah kondisi tersebut, mereka terus bertumbuh menuju dewasa. Dan tibalah saatnya semua tumbuh menjadi matang dan sempurna. Namun sayangnya kesadaran itu terjadi, ketika mereka sudah dewasa. Yang berujung banyak sikap manipulatif, karena tekanan trauma di masa lalu.

Semoga kita segera, mengubah cara pandang kita, kepada remaja remaja kita.

 

Check Also

Hidden Disabilitity Menghantui Dunia

Penulis: Fajri Hidayatullah – Ketua Pimpinan Pusat Himpunan Difabel Muhammadiyah Data orang dengan difabel di …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *