Penulis: Fajri Hidayatullah – Ketua Pimpinan Pusat Himpunan Difabel Muhammadiyah
Data orang dengan difabel di Indonesia mencapai 22 juta orang. WHO menyampaikan 1 dari 6 orang di dunia adalah difabel. Artinya 1,3 milliar manusia mengalami difabel.
Fajri Hidayatullah Ketua Pimpinan Pusat Himpunan Difabel Muhammadiyah menyampaikan, situasi dunia sekarang, justru angkanya akan cepat bertambah besar, utamanya karena perubahan iklim yang ekstrim yang membawa perubahan dan pergeseran nilai nilai kemanusiaan, yang berujung keterpaksaan pengungsian. Kita bisa melihat beberapa negara kebanjiran imigran akibat ini.
Seperti produksi kekerasan melalui bencana perang yang sebenarnya modusnya memelihara konflik dengan kepentingan berbagai sebab, bencana sosial, bencana alam, bencana lalu lintas, bencana dampak penguasaan akses informasi, bencana dampak pandemi industri yang merubah perilaku dan berdampak pada kesehatan.
Namun menurut Fajri, justru dunia akan menghadapi angka yang lebih besar pada disabilitas. Yaitu hidden disability. Apa itu? Menurut Fajri situasi global dan perubahan iklim mempercepat hidden disability. Dan dunia jika tidak bergandeng tangan, akan bersiap dengan angka besar ini, maka dipastikan banyak situasi buruk kehidupan yang sulit di kendalikan.
Hidden Disability atau disabilitas yang tersembunyi adalah sebuah kondisi disabilitas yang tidak nampak secara fisik, namun tersembunyi. indikatornya adalah dampak penetrasi digital yang meninggalkan fenomena gangguan mental health generasi anak dan remaja. Yang mewabah di seluruh dunia. Akibat dampak industri yang memproduksi efek candu. Ini juga karena situasi kejiwaan sering disebut aib, sehingga mejauhi fasilitas kesehatan, seperti pergi ke psikiater adalah hal yang memalukan.
Begitupun industri candu jarang membuat ruang rehab sampai tuntas, karena dampak pandeminya yang tidak terlihat, sehingga kewajiban membuat tempat rehab jadi hilang. Yang menyebabkan angka hidden diability cepat membesar.
Ini seperti lingkaran yang tidak bisa terlihat, dimana awal pangkal dan dimana ujungnya.
Begitupun sikap tidak mau direhab, karena alasan keluarga, komunitas, sekolah dan lingkungan. Akibat melindungi dengan cara yang salah, seperti alasan kasih sayang, masih kecil, masih anak. Tetapi tanpa terasa terus tidak terawasi.
Fajri mencontohkan angka anak terlibat pornografi di Indonesia yang mencapai 5 juta anak sebagaimana data National Center for Missing and Explioted Children (NCMEC) 2024, yang menegaskan Indonesia masuk menjadi peringkat empat di dunia dan nomor dua di Asean.
Angka itu menunjukkan, adanya situasi ketidaknyamanan dari rumah, dari sekolah dan dari lingkungan. Yang kemudian di jawab para industri candu, dengan menjebak dalam gangguan perilaku akut. Mereka melupakan keluarganya dan memiliki sifat menyimpang, tanpa disertai kesadaran. Akhirnya norma norma dan nilai bergeser yang menyebabkan ketidak sesuaian pada kejiwaan.
Mereka di buat nyaman, mereka disambut industri candu dengan tidak tahu resiko dari perlakuan salah. Namun sayangnya setelah menyadari, telah berdampak buruk, dengan kondisi yang terlanjur mengalami gangguan perilaku dan gangguan jiwa akut. Berakhir menjadi hidden disability.
Begitupun judi online yang mencapai ratusan trilyun berputar keuangan dalam setahun di Indonesia, yang menurut Kominfo di tahun 2023 mencapai Rp327 triliun yang transaksinya lebih besar di online.
Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menyatakan dari jumlah pengguna 221.563.479 jiwa, di dominasi umur anak anak, yang berada dalam penetrasi jasa internet yaitu Gen Z (kelahiran 1997-2012) sebanyak 34,40%, generasi milenial (kelahiran 1981-1996) sebanyak 30,62% dan Post Gen Z (kelahiran kurang dari 2023) sebanyak 9,17%.
Yang kita tahu pemerintah telah menyatakan anak anak terpapar pornografi dan judi, terpapar dari pintu gim dan platform media sosial tertentu. Yang kita tahu persebarannya lebih mudah dan murah melalui perkembangan teknologi informasi. Bagi Fajri produksi kekerasan melalui gim menyumbang hambatan sosial, yang menyebabkan hidden disability juga.
Dunia juga sangat konsen saat ini, dengan situasi mental health generasinya. Yang jika tidak teridentifikasi dan terdata dengan baik, serta tempat rehab tidak aktif, maka situasinya dunia akan cepat memburuk.
Abad digital yang berkembang memudahkan manusia, namun ketika di anak anak meninggalkan dampak sangat buruk, dan perlu diantisipasi global, agar menjadi gerakan bersama dalam mengurangi dampak iklim yang lebih buruk.
Hal ini disebabkan industri candu, merupakan industri yang menyasar konsumen umur belia. Karena mereka tidak ingin, konsumennya cepat mendapatkan dampak buruk dan meninggal. Sehingga pilihannya dalam membesarkan industri berefek candu pada anak adalah pendekatan kepada mereka yang baru terlahir, diantaranya anak.
Indonesia penting melakukan antisipasi, karena kemajuan akan hampa, ketika mereka tidak siap merawat kemajuan itu sendiri, diantaranya kebutuhan modal kesehatan holistik yang tinggi.
Pembangunan yang pesat, yang diharapkan inklusi, tanpa disertai modal kesehatan yang tinggi, menyebabkan penggunanya tidak siap, karena generasinya akan menggerogoti pembangunan itu sendiri, akibat kita tidak tegas dan tidak melihat dari dampak panjang pandemi industri candu. Sehingga banyak pihak yang mengkhawatirkan, dengan target pemerintah pada generasi emas 2045, justru akan menyambut generasi cemas 2045.
Fajri mengingatkan kemiskinan dan pembodohan di abad digital harus dikurangi, karena dapat menghilangkan keadilan dan kesetaraan. Penguasaan informasi yang melangengkan kekuasaan, tanpa menumbuhkan gagasan di akar rumput, akan mematikan inisiatif lokal. Dunia harus menjawab dengan pendidikan dan kesehatan tanpa syarat. Untuk mempercepat antisipasi perubahan iklim yang semakin memburuk ditambah percepatan dampak pandemi dari kuatnya tali temali industri candu di dunia