#HariAnakInternasional
#PerkuatOrangTua
Dunia sedang merayakan Hari Anak Internasional setiap 20 November. Namun situasi anak sedang dalam butuh perhatian lebih. Karena peran orang tua yang tidak sepenuhnya hadir buat anak anak mereka. Bukan berarti menyalahkan orang tua. Namun dampak kebijakan protokol membawa orang tua hadir 24 jam untuk anaknya. Padahal tahun sebelumnya peran ini terbagi, hal tersebut disampaikan Yanto Mulya Pibiwanto.
Tentu Hari Anak Internasional menjjadi tidak semarak untuk anak anak. Biasanya mereka bergembira bersama sama dalam gerak tumbuh kembangnya, karena itu kebutuhan mereka. Hanya saja perayaan dilakukan dengan caranya masing masing dengan memperhatikan pembatasan akses dan protokol kesehatan.
Yanto sebagai Ketua Umum Forum Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Panti Sosial Asuhan Anak melihat fenomena Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak ada yang berubah. Karena mengikuti pola hidup keluarga yang berubah. Diantaranya dampak 24 jam anak dirumah, yang mengakibatkan dampak serius buat keluarga di Indonesia, terutama keluarga yang minim fasilitas, menurunnya daya ekonomi dan berdampak pada pendapatan. Situasi penugasan belajar buat anak anak dirumah, juga beriringan dengan tugas orang tua lainnya, yang bila tidak diantisipasi dapat berdampak buruk pada psikologis orang tua dan kondisi di rumah antar anggota keluarga.
Sejak itulah Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak fungsinya meluas, tidak hanya berkutat pada masalah anak, karena ada yang lebih penting dalam menguatkan figur perlindungan tunggal anak yaitu orang tua. Peran peran yang dulunya bisa di bagi, sekarang harus dihadapi sendiri.
Bagi Yanto, kekuatan keluarga di Indonesia sangat beragam dan punya latar belakang masin masing, tergantung kondisi keluarga. Apakah keluarga yang mampu memberi solusi dari beberapa pembatasan selama pandemi atau tidak mampu menghadapinya. Penyesuaian ini butuh energi yang besar bagi orang tua yang berdampak ke segala bidang.
Daya tahan yang sudah berjalan setahun selama pandemi, tentu menjadi ujian para orang tua, dan menjadi situasi yang tidak mudah, tidak bagus untuk masa pandemi tahun kedua. Hanya saja, seperti kita tahu, masalah keluarga tidak mudah di ceritakan kepada orang lain. Sehingga bisa berbuntut panjang konflik antar orang tua, bisa berpisah, meninggal rumah begitu saja, bercerai bahkan realitanya ada yang mengakhiri hidup keluarganya dan dirinya.
Kami merasakan para pimpinan lembaga mendapatkan SMS atau WA yang sebelumnya sangat jarang kami terima, seperti tidak punya penghasilan dan bingung memenuhi kebutuhan, bayaran pendidikan yang terlantar, penghasilan yang sudah tidak seperti dulu, dan bahkan lebih buruk lagi terancam kehilangan tempat tinggal. Hal ini bisa menyebabkan kebutuhan dasar seperti kesehatan tidak menjadi perhatian keluarga yang polanya seperti ini.
Disisi lan panti menghadapai penerima manfaat baru dan menjadi kemiskinan baru karena daya tahan keluarga yang berkurang. Yanto melihat pemerintah penting memperhatikan situasi tersebut, dalam menjawab masa pandemi. Peran Pemerintah dan masyarakat dunia dalam menggalang kemanusiaan harus lebih giat lagi, agar kita bisa menghadapi krisis pandemi di tahun berikutnya untuk keluarga.
Kita masih menghadapi kondisi yang sama di tahun kedua pandemi. Gerakan kemanusiaan dunia harus lebih mampu menguatkan potensi lokal dan kearifan lokal agar kemandirian energi, pangan, kesehatan dan spiritual dapat terpenuhi.
Untuk itu Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak saya himbau untuk melihat ini lebih dalam lagi, dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi krisi pandemi Covid 19 tahun kedua. Mari cegah kerentanan pengasuhan. Anak anak perlu perhatian dan merasa dicintai selama Covid 19 dengan segala keterbatasannya. Selamat Hari Anak Internasional, kepentingan terbaik anak saat ini adalah dukungan untuk orang tua dan pendamping mereka, tutup Yanto.