Home / KBAI Reportase / Diskusi Seri II Bahtera: Negara (Penyelenggara) Ditagih Hutang Oleh Anak Yatim
Hadi Utomo Pimpinan Yayasan Bina Sejahtera Indonesia (BAHTERA)

Diskusi Seri II Bahtera: Negara (Penyelenggara) Ditagih Hutang Oleh Anak Yatim

Pandemi Covid 19 diantaranya berdampak pada munculnya banyak anak yatim dan belum tampak keseriusan penyelenggara negara dalam melindungi anak yatim. Negara telah berbuat dalam “membantu” anak yatim, tetapi belum menyentuh pada esensi atau kebutuhan pokok atau HAM seutuhnya anak yatim.

Jika negara tidak serius dalam menangani anak yatim maka Indonesia akan melahirkan SDM yang lemah dari kalangan anak yatim.

 

  1. HAM Anak Yatim

HAM Anak Yatim sangat istimewa, disamping memiliki hak-hak sebagaimana anak-anak lainnya, HAM anak yatim ditetapkan oleh Allah SWT, Sang Pencipta langit dan bumi, yaitu: hak perlindungan dari bentakan (kekerasan), dan barangsiapa melanggar HAM ini maka  ditetapkan oleh Sang Penguasa langit dan bumi sebagai orang yang mendustakan agama. Dengan demikian HAM anak yatim bukan sekdar bantuan keuangan atau makanan atau pakaian atau pendidikan atau kesehatan gratis tetapi lebih mengarah kepada pengasuhan berkelanjutan tanpa kekerasan.

2. Definisi Pengasuhan Anak

Pengasuhan Anak yang selanjutnya disebut Pengasuhan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik Anak yang dilaksanakan baik oleh Orang Tua, Keluarga Sedarah, Orang Tua Asuh, Wali, Orang Tua Angkat, Lembaga Pengasuhan dan pihak lain termasuk perlindungan dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran, (RUU Pengasuhan Anak, 2016).

Kata kunci: Pengasuhan anak sama dengan perlindungan anak. Tidak ada pengasuhan anak jika anak mendapatkan kekerasan.

3. Kewajiban Negara

Negara wajib menjamin bahwa anak yatim memiliki hak yang sama dengan anak lainnya sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 KHA, Hak Anak Mendapatkan Standar Hidup Yang Layak (Child’s right to an adequate standard of living), yang terdiri dari: perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. Standar kehidupan anak yang layak ini mustahil tercapai jika anak yatim mendapatkan hardikan/bentakan atau kekerasan dari pengasuh atau siapapun yang bertanggungjawab mengasuh anak.

Hardikan/bentakan atau kekerasan berdampak buruk pada:

  • anak yatim rentan berperilaku menyimpang karena LEMAH kecerdasan psikososialnya/emosi/mentalnya
  • anak yatim yang sering dibentak atau sering mendapat kekerasan maka batinnya menderita atau tertekan
  • anak yatim YANG SERING diperlakukan kasar atau dibuli/dihina/dipukul/di-intimidasi pengasuh maka rentan melakukan hal yang sama terhadap teman sebayanya atau orang lain
  • anak yatim yang rentan mudah kecewa/tersinggung terhadap teman sebayanya merupakan anak yang sering TERTEKAN jiwanya

Dampak positif bagi anak yatim jika negara (penyelenggara) menjalankan kewajibannya dengan serius dan penuh rasa tanggungjawab:

  • Anak yatim yang tidak dibentak/dihardik atau diperlakukan kasar dan dihargai pandangannya/pendapatnya di rumah/pengasuhan atau LKS Anak, maka anak yatim pandai “menuntun, membimbing, toleran, membahagiakan” teman sebayanya
  • Mendengarkan, Menghormati dan Mempertimbangkan Dengan Sungguh-sungguh Atas Pandangan Anak yatim –menstimulasi/membantu pengembangan bangunan kecerdasan Emosi/mental, bukan hanya kecerdasan intelektual anak.

4. Bupati/Walikota Sebagai Penanggungjawab Utama

Penangaan anak yatim harus menjadi kewajiban dan tanggungjawab Bupati/Walikota sebagai pemimpin penyelenggaraan negara di Kabupaten/Kota masing-masing.

Bupati/Walikota perlu mengambil langkah-langkah yang tepat. Langkah-langkah tersebut diantaranya, tetapi tidak terbatas pada:

A. Langkah Awal:

  1. Mulai dengan ditemukannya data 1 (satu) anak yatim di Kabupaten/Kota tersebut dan tidak menunggu lengkapnya data. Perkembangan data anak yatim digunakan untuk meluaskan layanan terhadap anak yatim
  2. Sosialisasi tentang Program pengasuhan dan perlindungan Anak Yatim kepada masyarakat
  3. Mencari dan menetapkan kelompok profesi yang bersedia menjadi PENDAMPING KELUARGA ASUH
  4. Pelatihan bagi Kelompok profesi tentang hak-hak anak dan perlindungan anak

B. Kelompok profesi yang ditetapkan menjadi tim pendamping keluarga asuh dan bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota, terdiri dari:

    • Pekerja Sosial
    • Psikolog
    • Dokter/Psikiater
    • Guru
    • Konselor
    • Ahli Keterampilan

C. Tinjauan berkala (periodic review) sesuai dengan Konvensi Hak-hak Anak (KHA) Pasal 25, terhadap kondisi perkembangan anak yatim yang dilaksanakan tiap bulan, yang dilakukan oleh kelompok tim profesi. Tinjauan berkala terhadap perkembangan anak yatim dilakukan terhadap keluarga asuh/angkat/wali baik mereka adalah keluarga sedarah atau tidak sedarah. Perkembangan anak yatim yang harus dilihat diantaranya, tetapi tidak terbatas pada:

      • Pelaksanaan perlindungan anak yatim dari segala bentuk kekerasan
      • Hak pendidikan, hak kesehatan, waktu luang, kegiatan budaya, identitas.D.

D. Pelatihan kepada keluarga asuh/angkat/wali/LKSA

Pelatihan tentang pengasuhan anak, hak-hak anak dan perlindungan anak. Materi/kurikulum pelatihan disusun bersama oleh kelompok profesi dibawah koodinasi Bupati/Walikota.

E. Keluarga asuh/angkat/wali/LKSA boleh menerima anak asuh dengan memperhatikan latarbelakang yang sama dengan latarbelakang anak yatim yaitu: kesamaan etnik, agama, budaya dan bahasa anak sesuai KHA Pasal 20.

F. Anak yatim yang memerlukan pertolongan darurat maka pengasuhan dan perlindungan ditempatkan di LKS Anak. penempatan anak yatim di LKS Anak bersifat:

    • Sementara sambil menunggu pengalihan di dalam asuhan keluarga, diutamakan keluarga sedarah.
    • LKS Anak yang menjadi tempat pengasuhan dan perlindungan sementara, hanya boleh menerima sesuai dengan ketentuan dalam KHA Pasal 20.

G. Peran LSM Lokal/Internasional/Organisasi Keagamaan.

Partisipasi sebagai bentuk dari tanggungjawab LSM Lokal/Internasional/Organisasi Keagamaan dikoordinasikan langsung oleh Bupati/Walikota.

H. Penetapan kewajiban Bupati/Walikota sebagai penyelenggara negara yang bertanggungjawab atas kehidupan anak yatim hanya bisa terjadi jika ditetapkan oleh pimpinan negara Republik Indonesia. Pimpinan Negara Republik Indonesia juga harus menetapkan peran pemerintah pusat/Kementerian/Lembaga dan peran Gubernur.

TIM Yayasan BAHTERA (Bina Sejahtera Indonesia), Bandung.

Bandung, 16 Agustus 2021

Hadi Utomo CP. 081360358465

Check Also

Mari Praktekkan Mudik Inklusi

Ilma Sovri Yanti Inisiator Mudik Ramah Anak dan Disabilitas (MRAD) menyampaikan memang pergerakan penumpang cenderung …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: