Suasana Ibu Ibu Pengungsi lebih semarak sejak kedatangan Dapur Umum Dompet Dhuafa. Bukannya kenapa, karena hampir 22 hari mereka harus menerima kondisi makanan datang telat bahkan basi. Karena belum adanya penyumbang yang mengorganisir dapur umum. Makanan datang dari mana saja, yang tidak terhindarkan kualitas makanan yang kurang baik.
Lukman Resfato pendamping pengungsi yang berinisiatif membuka dapur umum menyampaikan bersama Ibu Ibu pengungsi membagi jadwal belanja, masak dan diskusi kebutuhan makanan anak. Sudah lama kami kesulitan air panas dan air minum, akhirnya kami beli, padahal kerja saja tidak, semua jadi mengharapkan sumbangan dan orang yagn peduli.
Dua hari yang lalu pasca pendirian Dapur Umum tambahan gizi mulai bisa dinikmati anak anak mulai kacang hijau dan susu. Ibu Ibu sudah belanja mereka mengatur menunya, siang ini disajikan sayur sop dan telor balado. Kalau malam orang tua mereka sudah terjaga dengan disediakannya dapur hangat yang berisi air panas, kopi, gula, teh dan susu.
Kemarin para Dokter Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Pelkesi melakukan pelayanan kesehatan. Mereka melihat paska dapur hangat didirikan sangat membantu pengungsi dalam menjaga kesehatan pasca banyak anak anak yang terkena ISPA.
Salah satu Ibu Pengungsi sangat bersemangat setiap hari bangun jam 4 pagi untuk masak, saya haru Pak, biasanya anak anak kesulitan, sekarang anak anak hangat tiap malam. Terima kasih kakak kakak pendamping, tutupnya.
Kurang lebih 10 organisasi terlibat aktif mendampingi warga petani Karawang yang sudah hidup berpindah pindah selama sebulan. Diantaranya Serikat
Tani Nasional (STN), KontraS, LBH Jakarta, YLBHI, Satgas Perlindungan Anak, Aksi Perempuan Indonesia Kartini (API kartini), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Dompet Dhuafa, PELKESI PGI, Kementerian Sosial dan Dinas Sosial Karawang.