Kehidupan anak anak di jaman digital, lebih terbuka dan mudah dilihat. Bahkan karena mereka pengguna terbanyak industri digital, mereka menjadi target pangsa pasar yang sangat menjanjikan. Karena menjadi marketing yang tidak pernah memikirkan resiko dari pemakaian sebuah produk transaksi elektronik.
Dari semua pemakaian platform terbuka jasa pemakaian internet, kejahatan anak dijagad industri sosial media membuktikan, aplikasi kejahatan jejaring tersebut sangat sulit ditembus ketika masuk ke jaringan pribadi anak alias japri. Sehingga aplikasi seperti Whatsapp, Michat, Direct Message, Anak anak yang memiliki banyak akun, menggunakan password disalam aplikasi, menjadi kemudahan sarana kejahatan membujuk rayu anak.
Berbagai platform direct mesages ini sulit ditembus, kecuali Kepolisian menyita hp anak anak, sehingga tahu apa yang terjadi di dalam. Begitupun aplikasi seperti ini tidak terbangun komunitas atau pertemanan. Sehingga memudahkan kejahatan.
Penganat komunikasi publik dan sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengungkap lebih jauh, bahwa tidak ada anak yang jahat atau mencari cari hal hal negatif di ruang digital. Yang ada adalah bisnis kekerasan, pornografi, judi. Untuk judi saja setahun menghasilkan 60 milyar dollar, Sehingga menjadi gambaran kita, mereka secara serius melakukannya
Jasra Putra Komisioner KPAI menyampaikan industri candu terus mengerogoti generasi bangsa kita. Sayangnya postur anggaran kita dalam perlindungan khusus anak masih jauh dari anggaran pemenuhan hak anak. Sehingga menjadi sangat problematik ketika penanganan.
Aktifis dan Pemerhati Hak Anak Ilma Sovri Yanti memberi pendapat atas situasi tersebut, bahwa kebijakan perlindungan anak yang bervisi panjang, tetapi pada penanganan lebih dominan negara berperan sebagai pemadam kebakaran. Sehingga dampaknya penanganan kekerasan anak sulit di kanalisasi secara baik. Tingginya angka kekerasan menambah carut marut pengurusan perlindungan khusus anak. Artinya masih sangat membutuhkan komitmen lebih, agar kebijakan perlindungan anak di dalam Undang Undang tidak menjadi kata puisi nan indah dalam pasal pasal nya.
KBAI melihat ketertinggalan pengurusan anak pasca pandemi, ditunjukkan dengan kerisauan Menteri, Ketua MPR dan Lembaga negara. Mulai dari permyataan darurat prostitusi anak oleh Ketua MPR, darurat pernikahan anak oleh Menko PMK, carut marut masalah pengawasan obat dan makanan yang disertai sulitnya penegakan hukum yang berdampak pada absennya negara pada pemulihan hak hak korban, pengungkapan lembaga Ikatan Dokter Anak Indonesia pada Kejadian Luar Biasa Campak, tingginya angka Diabetes anak dan Kanker Anak.
Terakhir sekolah yang menemukan anak anak melakukan self harm, memiliki teman imajinatif, yang beresiko pada putus sekolah, karena kebutuhan rehabilitasi kejiwaan yang panjang.
Semuanya menjadi lonceng bahaya generasi bangsa yang harus disikapi serius. Bahwa melihat sebuah negara dapat diukur dari bagaimana mereka memperlakukan generasinya.