Ilustrasi Guru menerangkan di kelas

Dunia Anak Sekarang – Dunia Tanpa Guru

Ilustrasi Guru menerangkan di kelas
Ilustrasi Guru menerangkan di kelas

Suramnya Hari Pendidikan Nasional

 

 

Dunia pendidikan patut berduka, setelah hari kemarin serentetan kejadian pembunuhan terjadi dengan melambangkan simbol pendidikan. Kejadian memilukan Yuyun di Bengkulu lepas pulang sekolah harus meninggal, penemuan mayat perempuan Febi di UGM dan dosen di UMSU yang ditikam mahasiswanya. Semua itu terjadi disaat Negara merayakan Hari Pendidikan Nasional. Begitu mencekamkah dunia pendidikan kita. Siapa yang bisa menjawab?

Pendidikan yang menurut Paolo Freire adalah kebebasan dan membebaskan, ternyata sudah membuat para pelaku pendidikan terancam. Mungkin inilah gambaran umum yang bisa menjawabnya, ancaman itu ada di dalam dunia pendidikan kita, ancaman itu nyata. Ancaman itu kasat mata, dapat dirasakan setiap insan pendidikan namun sulit diungkap. Karena sudah dipenuhi dengan gemerlap program dunia pendidikan, disertai gedungnya yang semakin tinggi. Namun kita sering tergagap gagap melihat keindahan itu berubah jadi kekerasan, pembunuhan, bahkan yang ekstrim sekalipun.

Kasus kasus besar yang masih belum hilang dan tak terbayangkan harus menimpa insan insan pendidikan, seperti kasus kekerasan seksual JIS yang menimpa anak TK. Anak yang seharusnya masih lucu dan menggemaskan berubah menjadi santapan para predator tanpa ada nilai pendidikan sedikitpun yang berbekas, baik dari pengajarnya, pendidiknya bahkan sekarang menimpa insan pendidikan itu sendiri. Menjadi pelaku, tentu hal yang tidak terbayang dikepala para orang tua kita, iya anak anda menjadi korban ataupun pelaku. Bayangkan itu adalah anak anak kita.

Sudah jauhkan tujuan pendidikan kita sekarang. Peristiwa ini membuktikan pendidikan menjadi suatu yang ‘horor’ jauh dari transfer nilai nilai yang menggambarkan perubahan manusia menjadi pendidik dan terdidik. Ketiga kejadian suram itu menggambarkan dunia pendidikan sudah seharusnya membunyikan tanda bahaya besar. Harus ada yang berubah dalam industri pendidikan kita. Situasi ini menandakan bom yang sewaktu waktu dapat meledak.

Begitu juga persyaratan dunia pekerjaan, menjadi sesuatu yang dikejar secara formal namun setelah mendapatkannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bukti tersebut banyak bisa kita rasakan sekarang disekeliling kita. Nilai nilai, karakter, proses berubah menjadi sesuatu yang tidak dinilai. Lebih terlihat seperti angka angka yang lebih diukur dibandingkan proses yang terjadi dalam mendapat nilai tersebut. Tulisan ini hanyalah renungan kita bersama, apakah cara mendidik kita sudah benar.

Kita bayangkan saja generasi mulai TK, SD, SMP, SMA sudah tidak selayaknya mendapat pelajaran dan tugas sepenuh itu. Namun tidak pernah ditanya bagaimana perasaan anak mendapatkan tugas sebanyak itu. Sekolah benar benar sudah menjadi penjara dan anak mulai meninggalkan dunia sekolah dengan berselancar di dunia maya. Apakah ada guru disana. Jelasnya mereka lebih banyak menghabiskan dunia sekarang tanpa guru, yang  ada di dunia maya adalah hukum rimba. Inilah situasi anak anak kita sekarang.

Negara sudah seharusnya menghentikan komersialisasi pendidikan, karena telah jauh dari tujuan utama pendidikan. Pendidikan yang seharusnya dapat diselenggarakan dengan hak yang sama baik kualitas, fasilitas maupun pelayanan justru dengan Industrialisasi dan komersialisasi pendidikan masuk mengerogoti cita cita pendidikan sebagaimana bunyi dari Tujuan pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan Nasional, Pasal 3).

Lalu apa yang bisa dilakukan Negara dalam mengembalikan aras cita cita pendidikan. Pendidikan pertama bagi setiap insan pendidikan adalah di keluarga. Kegagalan awal di keluarga dipastikan menjadi titik picu kegagalan anak memahami kehidupan selanjutnya. Untuk itu, pertama melalui sekolah, Negara mengambil peranan penting dalam mendukung sekolah melatih dan meningkatkan pengasuhan orang tua. Bahwa mengasuh itu ada ilmunya. Bukan cara mengasuh jaman dulu, atau ditentukan oleh lingkungan.

Kedua melalui lembaga perkawinan.  Awal pembentukan keluarga adalah perkawinan, pentingnya membangun orientasi awal dalam menuju pendidikan berkeluarga. Pendampingan setiap pasangan yang akan menuju lembaga keluarga menjadi prasyarat mutlak menghasilkan generasi yang lebih unggul dan berprestasi.

Ketiga, Negara mewajibkan setiap lembaga, perusahaan untuk berperan aktif melakukan peningkatan kapasitas pendidikan di keluarga, diantaranya para pekerjanya diwajibkan mengikuti kelas pendidikan keluarga yang berisi tentang peningkatan kapasitas mengasuh anak di perusahaan/lembaga. Dan satu satunya cara agar orang tua belajar dan meningkatkan kapasitas pengasuhan dengan Negara mewajibkan semua lembaga, perusahaan melakukan kegiatan ini. Karena situasi ini sudah cukup genting dan harus diatasi bersama.

Keempat, Kalau dulu Negara bisa saja mengharapkan sekolah sebagai penanaman nilai nilai, karakter bangsa. Namun sayangnya anak sekarang lebih didominasi pendidikan diluar sekolah melalui banjirnya informasi dan lingkungan yang mengakomodasi aktifitas mereka. Ini berarti Negara harus menyiapkan ruang aktualisasi diri. Negara harus bisa menyediakan tempat kreasi anak dan menjadi ajang rutin mengembangkan bakat dan minat. Semua anak dan keluarga diwajibkan terlibat dalam pengembangan ini. Kita bisa belajar dari Propinsi Bali dimana semua anak anak diwajibkan menari di Bali dan menjadi pengisi berbagai hiburan baik panggung budaya rakyat, dihotel hotel, sentra aktifitas masyarakat.

Kelima, Negara harus memiliki UU Pengasuhan yang berkelanjutan. Karena dengan cara cara itu Negara dapat melakukan pengawasan, monitoring, evaluasi proses pengasuhan di keluarga. Sekaligus secara parallel menyelamatkan anak dalam berproses dan bertumbuh kembang, Negara ikut hadir dan mengawal (Continuum Of Care), Saat ini Negara memiliki instrument untuk menghukum orang tua yang salah mengasuh. Namun bagaimana hak orang tua mendapatkan ilmu tentang pengasuhan. Perlu diatur regulasi agar pendidikan yang dicita citakan didukung dengan pendidikan keluarga. Untuk itu tidak ada hal lain kecuali Negara segera menurunkan lagi fungsi ini dengan mengaktifkan lembaga keluarga, mengadvokasi keluarga keluarga di Indonesia serta anak anak yang rentan dan terancam selalu di posisi yang lemah. Negara wajib menguatkan anak dan keluarga dengan hadirnya regulasi ini.

Tentunya setelah membaca ini, harusnya Negara segera bergerak menjalankan tugas suci yaitu NAWACITA point 1 Negara hadir dan meluruskan cita cita perjuangan bangsa dalam dunia pendidikan, yang ingin mencerdaskan anak bangsa bukan menghancurkan generasinya. Selamat Hari Pendidikan Nasional.

Check Also

Alat Kontrasepsi, Perdebatan dan Kekhawatiran Nakes

Dunia jagad pendidikan kita, baru saja diramaikan perdebatan alat kontrasepsi. Hal itu terjadi karena pencantuman …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *