Home / KBAI Reportase / Apresiasi Rapat Kabinet Terbatas Mulai dari Wartawan, Aktifis Anak dan Ibu
Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas. Vestibulum tortor quam, feugiat vitae, ultricies eget, tempor sit amet, ante. Donec eu libero sit amet quam egestas semper. Aenean ultricies mi vitae est. Mauris placerat eleifend leo.

Apresiasi Rapat Kabinet Terbatas Mulai dari Wartawan, Aktifis Anak dan Ibu

Bapak Presiden Jokowi dan Ketua KPAI Bapak Asrorun Niam dalam Rapat Kabinet Terbatas 'Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak'
Bapak Presiden Jokowi dan Ketua KPAI Bapak Asrorun Niam dalam Rapat Kabinet Terbatas ‘Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak’

Merespon optimalisasi penyelenggaraan perlindungan anak dan seiring maraknya kasus kekerasan terhadap anak Bapak Presiden Jokowi menggelar Rapat Kabinet Terbatas. Dengan agenda ‘Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Terhadap Anak’. Yang dianggap oleh beberapa pemerhati anak sudah dalam tingkat darurat kekerasan anak.

Rapat ini dihadiri Bapak Presiden Jokowi, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Bapak Asrorun Ni’am, Menko Polhukam Bapak Luhut Pandjaitan, Menteri Kesehatan Ibu Nila Djuwita Moeloek, Menteri Pendidikan Dasar Menengah dan Kebudayaan Bapak Anies Baswedan, Menteri Sosial Ibu Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ibu Yohana Susana Yembise, Jaksa Agung Bapak Prasetyo, dan Kapolri Bapak Jenderal Badrodin Haiti yang diapresiasi banyak pihak.

Menurut Ketua KPAI ini menunjukkan komitmen politik Bapak Presiden yang luhur dan sangat berarti bagi efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Ada 4 faktor pemicu kekerasan yang disampaikan kepada Bapak Presiden yaitu: Pertama rentannya ketahanan keluarga yang ditandai dengan tingginya angka perceraian dan disharmoni yang berujung pada penelantaran dan kekerasan; Kedua mudahnya akses terhadap materi pornografi, baik online maupun offline. Bahkan pada media permainan anak di pusat-pusat perbelanjaan yang menawarkan konten pornografi; Ketiga maraknya tayangan kekerasan di media TV, film, dan juga games permainan anak yang menyebabkan anak mengimitasi tindak kekerasan; Keempat mekanisme hukum yang tidak menjerakan sehingga pelaku cenderung mengulangi dan tidak ada efek jera.

Jaksa Agung Bapak HM. Prasetyo juga mendukung hal ini dan mengusulkan pemberatan hukuman dengan pelaksanaan kebiri. Perlu payung hukum untuk mengatur hal ini, salah satu alternatifnya adalah dengan merevisi regulasi yang ada. Untuk itu perlu penerbitan Perpu untuk pemberian hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Hal ini didukung Ibu Menteri Sosial dan secara teknis akan diatur oleh Menteri Kesehatan dengan menggunakan hormon, disuntik dan bedah saraf.

Terakhir semua mengakui rentannya ketahanan keluarga, perlu revolusi mental dalam mengembalikan kelembagaan keluarga yang suci, karena disanalah pertama kali hadir anak anak. Keluarga merupakan sekolah pertama anak. Salah satunya adalah mengenalkan dunia pendidikan keluarga seperti parenting, pendidikan pola pengasuhan berkualitas dan pendidikan pra nikah. Keluargalah yang dapat menjadi kekuatan anak dalam melewati masa depannya. Untuk itu perlu gerakan sistemik mewujudkan hal ini. Kementerian Agama dalam hal ini punya agenda penting merevitalisasi UU Pernikahan.

Kementerian Komunikasi dan Informasi harus melakukan upaya ekstra serius dalam menutup konten pornografi yang barengi dengan sanksi penegakan hukum yang keras.

Atas rekomendasi ini berbagai pendapat bermunculan dari pemerhati anak seperti salah satunya Vitria Lazzarini dari Yayasan Pulih yang menyampaikan salama ini sistem pengaduan permasalahan anak sudah ada bahkan ada SPM nya yang dibuat KPPPA. Akan tetapi anak memang punya ke’khas’an sendiri, sehingga sistem yang sekarang masih belum mudah diakses oleh anak.

Beberapa wartawan dalam grup WA Wartawan Sayang Anak merespon positif hasil Rapat ini, Namun seperti biasa mereka khawatir pengawalan hasil rekomendasi ini dapat berjalan mulus. Mulai dari teknis pengebirian dan proses di pengadilan, Seperti kasus AD di Kalideres. Tentunya ini baru wacana karena harus merubah UU. Kita berharap keluarga korban mendapatkan keadilan. Dan tersangka divonis seberat-beratnya. Jangan sampai seperti residivis AD mendapat potongan hukuman dan berakhir menjadi predator kembali.

Ermelina Singereta dari Ecpat menyampaikan negara bisa belajar dan mengadopsi pendidikan kanonik yang diselenggarakan Gereja Katolik. Kursus perkawinan disini membahas terkait penyelesaikan konflik, pengaturan keuangan, Keluarga Berencana, pendidikan pola pengasuhan. Saat ini KUA baru menerapkan seminggu pendidikan Pra Nikah yang dirasa masih kurang memadai.

Evie Permata Sari dari Sapa Indonesia menyampaikan seharusnya dengan mengakui rentannya ketahanan keluarga berarti UU Perkawinan perlu direvisi. Karena akibat Pasal 7 UU tersebut Anak Anak rentan menjadi korban kekerasan melalui motif pernikahan dini di usia anak. Ini terbukti dengan dominasi laporan kekerasan seksual diantara kekerasan anak yang terjadi. Kalau langsung dikebiri, ada keyakinan tidak ada perubahan. Karena Pedofil berkedok perkawinan juga terjadi. Karena itu KPAI penting mendorong meningkatkan usia dalam perkawinan.

Seorang Ibu Rini di Pulogadung yang menyaksikan konpers itu di TV berkomentar cukup keras, seharusnya dihukum mati saja, agar anak saya tidak jadi korban. Siapa yang melindungi anak saya ketika saya ke pasar. Disini lingkungan sudah padat.

Rapat Kabinet Terbatas ini sendiri diselenggarakan atas usulan KPAI yang telah melayangkan surat awal Oktober lalu kepada Bapak Presiden Jokowi.

Check Also

Caper Lo: Hilangnya Apresiasi Di Masa Remaja

Seringkali kita mendengar remaja kita, membully secara psikologis dengan sebaya, dengan kata Caper Lo!!!. Padahal …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *