Dalam diskusi Zoom meeting Jasra Putra KPAI bersama para stafnya. Komisioner bidang Hal Sipil dan Partisipasi Anak ini mengingatkan tentang dua pusat epicentrum dunia yang mengalami dampak besar pada daya tahan perekonomian dunia. Pertama, PHK massal di China sudah terjadi dan kedua, Amerika sebagai negara terbanyak korban wabah Covid 19. Lalu bagaimana negara negara yang menggantungkan diri pada 2 raksasa ekonomi dunia itu?
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan wabah Covid 19 bisa saja berdampak lebih buruk dari resesi krisis ekonomi 98.
Namun, Jasra ingin lebih menfokuskan kepada tujuh puluh juta pekerja sektor informal di Indonesia yang bisa berstatus terancam kehilangan tenpat tinggal, akibat beberapa perusahaan berhenti produksi. Artinya pendapatan dan penghasilan mereka akan memburuk.
Terutama mereka yang merupakan pekerja migrasi dari desa ke kota. Atau yang sama sekali tidak memiliki sanak saudara dan mengandalkan rumah sewa, kontrak atau kost, baik sebagai perantau, berkeluarga, disabilitas, dan lansia. Sehingga tidak bisa kembali ke kampungnya.
Jasra Putra mengingatkan para anggota Dewan baik DPR RI dan DPRD agar effort pembahasan Omnibuslaw diarahkan antisipasi kondisi ini. Dengan mendukung Presiden Republik Indonesia mengembang skema skema antisipasi dan bantuan kepada konstituen mereka sebagai perwakilan rakyat Indonesia dan bangsa Indonesia seluruhnya.
Seperti jatidiri negara agraris harus lebih dihidupkan, sebagai negara yang memiliki daya tahan sumber pangan yang baik, agar akses pangan dan daya beli pangan terjaga.
Lalu bagaimana situasi anak anak mereka ke depan? Ini yang menjadi konsen diskusi Zoom Meeting pagi ini yang diselenggarakannya.
Kondisi perekononian yang mungkin bisa buruk karena krisis berkepanjangan menyebabkan daya tahan setiap keluarga yang bekerja di sektor informal bisa menurun.
Tiga faktor penting menjadi ancaman, pertama terkait akses makanan, kedua akses tempat tinggal yang layak, ketiga kesehatan jiwa yang bisa memburuk jika tidak diantisipasi karena situasi dirumah saja yang bisa berkepanjangan dan ruang gerak terbatas. Bila ketiga hal tersebut tidak tertangani dengan baik, maka akan berdampak pada kesehatan dan dapat lebih buruk lagi.
Jawaban permasalahan tersebut, perlunya solidaritas yang tinggi, gotong royong, bahu membahu karena tidak semua masalah dapat di jawab pemerintah. Saat ini peran masyarakat, terutama keluarga garis menengah ke atas dan kesadaran jati diri masyarakat agraris menjadi penentu daya tahan Indonesia melawan Covid 19.
Begitu juga dengan datangnya bulan Ramadhan, para pendidik, penceramah dapat fokus memaknai situasi wabah Covid 19, terutama dalam rangka menjaga kesehatan jiwa selama Ramadhan.
Membangun daya tahan dengan menghidupkan identitas bangsa agraris mulai harus dihidupkan. Segala yang kita beli, namun sebenarnya bisa kita tanam, bisa kita lakukan sekarang.
Membantu keluarga buruh, mahasiswa, pelajar, lansia, disabilitas, perantau yang mandiri dan bertaruh hidupnya pada tempat tinggal sewa, kontrakan atau kost menjadi sangat penting. Dengan memberi insentif kepada mereka pada beban pembiayaan sewa tempat tinggal.
Bila tidak maka status bencana non alam ini, harus mendirikan tenda pengungsian, bagi mereka yang tidak bisa bayar sewa rumah, kontrakan atau kostnya. Mudah mudahan tidak terjadi.
Pemerintah sendiri telah memiliki data, mereka yang tuna wisma, PMKS, gelndangan atau tuna susila, pengemis, daerah yang tidak layak disebut tempat tinggal karena sanitasi yang buruk, udara yang terpapar, Slum area, daerah kawasan padat dan daerah di lingkungan perusahaan pengguna bahan kimia.
Untuk itu pemerintah dan perusahaan harus membangun kapasitasi bersama, mengerahkan asetnya menghadapi krisis berkepanjangan ini. Agar skema bantuan yang sedang diperjuangkan pemerintah, ditunjang dari sektor lain. Serta penerima manfaatnya diperluas.
Data pasien positif Covid 19 yang menyentuh 4.557 lebih dan 399 korban meninggal dan ribuan orang dalam pemantauan, jumlah ini meninggalkan permasalahan anak anak yang belum bisa dipastikan pengasuhannya.
Pemerintah perlu memastikan kondisi pengasuhan anak, baik didalam negeri maupun anak anak yang berada di luar negeri.
Untuk itu Jasra berharap kerjasama antara stakeholder kesehatan dan sosial.
Panti panti bisa diikutsertakan dalam permasalahan hilir wabah Covid 19. Agar pasien positif Covid 19 yang memiliki anak dapat dengan tenang menjalani perawatan.
Itupun setelah dari garis keluarga tidak ada yang mengasuh, baru panti menjadi pilihan terakhir. Namun tetap saja sebagai respon kedaruratan panti bisa jadi shelter sementara sebelum memastikan pengasuhan penggantinya. Saya kira rumah sakit, puskesmas bisa menyertakan panti panti dalam bencana nasional non alam wabah Covid 19
Sebelumnya survey Deputi Tumbuh Kembang Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyatakan dari survey 4000 anak ternyata 50% anak sudah mengalami kebosanan media belajar di rumah dan survey UNICEF yang menyatakan 30% anak anak masih berada di luar rumah, karena media komunikasi Covid 19 yang belum efektif dirasakan anak anak, tutup Jasra.