Umat Islam baru saja merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 Hijriah. Bulan Muharram juga dikenal sebagai bulannya Anak Yatim. Yang dirayakan umat muslim, di 10 Muharram.
Namun di tengah bulannya anak Yatim, kita disajikan data 11.045 anak yatim atau piatu dan anak yatim piatu baru yang disampaikan Kementerian Sosial dengan situasi mereka yang belum di ketahui. Bahkan data ini dikabarkan sudah merangkak menuju 17 ribu data anak yang ditinggalkan orang tua meninggal karena Covid 19.
Pekerjaan besar data anak yatim yang berserak ini, kemungkinan terus bertambah dengan besarnya angka 100 ribu lebih korban meninggal karena pandemi untuk di telusuri. Belum lagi orang tua selama pandemi yang meninggal, tetapi tidak karena Covid, tentu anak yatim dan piatu tersebut menghadapi kondisi yang perlu dijemput kita semua. perlu dipastikan kondisinya.
Artinya di bulan Anak Yatim ini ada atsmosfer yang bisa menjadi gerak bersama antara pemerintah dan masyarakat mengejar ketertinggalan data Covid kita atas nama anak anak yatim. Dalam mencegah hilangnya satu generasi kita, yang tentu akan menjadi pertanyaan besar ketika menjadi ledakan dan membiarkan panti panti yang mengantisipasinya. Karena realitanya panti pantilah yang selama ini paling banyak dititipkan baik oleh pemerintah dan masyarakat.
Alarm kita harus bunyi, dengan peristiwa Pak Lurah di Ciledug meminta jatah hak waris anak yatim. Peristiwa di Depok 3 anak beradik kakak diasuh dalam keluarga berbeda, peristiwa di Bekasi 3 anak beradik kakak Flores yang kini dititipkan tetangga floresnya dan mengeluhkan jaminan pendidikan. Lalu, bagaimana situasi anak yatim atau piatu bahkan yatim piatu di seluruh tanah air?
Dengan hadirnya PP Pelaksanaan Pengasuhan Anak 2017 dan Undang Undang 23 tahun 2014 tentang Pembagian Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam mengurus anak yatim, juga masih jauh tertinggal implementasinya. Kita harusnya sudah punya daftar Calon Orang Tua Asuh dan Lembaga Asuhan Anak yang bisa mendorong tegaknya PP ini, tapi masih sangat jauh dari harapan. Belum banyak daerah yang mendorong implementasi ini, apalagi untuk mengawas dan mendukung pantinya, masih sangat sangat jauh.
Kemudian cek evaluasi Kota Layak Anak 2021 oleh KPPPA mengungkap, banyak daerah yang belum melaksanakan Kluster V Perlindungan Khusus, sehingga Kluster I sampai IV tidak dapat memotret kebutuhan dalam pemenuhan hak anak membutuhkan perlindungan khusus. Tentu dampak kebijakan berjalan sangat sangat lamban, untuk anak anak ini mendapat perhatian propinsi/kab/kota. Agar mau mengganggarkan guna pencegahan anak anak membutuhkan perlindungan khusus, dan anak anak yang sudah terlambat penanganan yang telah menjadi anak anak membutuhkan perlindungan khusus. Yang dalam pasal 59 ayat 2 Undang Undang Perlindungan Anak di bagi dalam 15 kluster situasi yang dihadapi anak. Untuk itulah pendataan anak yatim dengan data yang jelas bersumber dari Kemendagri (data kematian) dan Kemenkes (data orang meninggal karena Covid) tidak dapat berjalan masif, karena anggaran yang tidak ada untuk menjemput anak yatim yang kini berserak dan belum di ketahui kondisinya.
Jika kita lebih dalam lagi melihat asessment anak anak membutuhkan perlindungan khusus, sebenarnya merekalah anak yang sudah yatim dari sejak lahir, karena pengasuhan atau orangtuanya alpa dan tidak tahu cara mengasuh, mereka yatim sejak punya orang tua.
Sehingga ketika Negara Memanggil dalam besarnya data anak yatim piatu baru, kebijakan ini belum bisa menjawab. Kita masih belum punya data Calon Orang Tua Asuh, begitupun lembaga yang di amanatkan dalam PP itu untuk merekrut COTA, dengan lembaga tersebut berubah status dari Panti menjadi Lembaga Asuhan Anak, masih sangat sedikit, jauh dalam menjemput besarnya data anak yatim piatu baru saat ini.
Apalagi kalau bicara orang tua yang harus bersetifikat dalam mengambil anak yatim piatu ini, dengan menjalankan melalui pengasuhan keluarga sedarah dan keluarga pengganti, masih jauh dari harapan, karena benturan aturan di sana sini, terlalu banyak aturan yang menghambat realisasi PP Pengasuhan Anak ini. Artinya ini semua kalau ingin penanganannya cepat, harus dibereskan. Presiden harus mendapatkan laporan, dari sejak 2017 beliau menandatanganinya. Agar tidak ada yang lamban dalam penanganannya.
Karena ada tantangan tentang revitalisasi peran panti, revitalisasi makna yatim piatu dan revitalisasi peran keluarga dalam menyikapi anak yatim piatu di keluarganya. Bahwa Presiden tegas dalam PP itu mensyaratkan anak diasuh dengan berbasis keluarga. Artinya ketertingalan implementasi regulasi ini menjadi lonceng keras, kode keras para pelaksananya di bawah untuk menegakkan amanah Presiden dalam PP Pengasuhan Anak. Namun butuh exit policy untuk mengggerakkan dalam situasi emergency ini.
Penting PP ini menggeser paradigma kasihan atau charity menjadi pemenuhan, penghormatan dan perlindungan anak yatim piatu. Tidak hanya sekedar kasihan, karena sudah banyak kisah, alih alih kasihan tetapi terjadi perlakuan salah untuk anak. Bagaimana dengan data 11.045 anak yatim piatu, paradigma ini bisa berubah? Mari ini baru awal, dengan hadirnya data anak yatim baru.
Bahkan dalam wa grup KBAI yang terdiri dari beragam aktifis anak menyampaikan, situasi tenaga lapangan yang mencari data ini, dalam situasi yang kesejahteraan yang memprihatinkan. Padahal sudah ada Undang Undang Pekerja Sosial yang bisa melindungi mereka. Kemudian dengan SDM yang sangat terbatas dan jumlah data anak yatim yang menggunung.
Pemaknaan yatim sebenarnya telah bergeser dengan Presiden menandatangani PP Pengasuhan Anak, bahkan keberanian Presiden ini didukung aktifis anak yang tergabung dalam Aliansi Pengasuhan Berbasis Keluarga (ASUH SIAGA), yang mendorong Presiden dan badan legislasi menjadikan peraturan ini menjadi Undang Undang.
ASUH SIAGA sudah bertemu beberapa fraksi di Gedung Bundar seperti PKS, PAN dan PKB saat itu. Bahkan sejumlah ormas Muhammadiyah, NU, KWI, PGI, PHDI, Matakin, Forum Nasional Panti LKSA PSAA, beberapa organisasi anak Internasional dan nasional, lembaga pengasuhan internasional dan nasional juga bergerak bersama mendorong RUU ini. Bahkan waktu itu para tokoh sentral pimpinan agama mengkampanyekan PP ini di bioskop bioskop kala itu, dengan di fasilitasi Yayasan Sayangi Tunas Cilik. Silahkan ditonton kampanye pengasuhan berbasis keluarga oleh Tokoh agama di link berikut (silahkan klik) https://www.youtube.com/watch?v=oORCz5pNZAs
Karena mereka memahami, banyak yang belum diatur dalam PP ini, terkait pola bentuk pengasuhan jaman sekarang, baik yang berada di keluarga, berada di lembaga dan di tempat lain yang sebenarnya serupa menjalankan fungsi pengasuhan, apalagi kalau bicara situasi pengasuhan anak memiliki dua kewarganegaraan dan anak anak terlantar di luar negeri. Tentu kita akan melihat situasi lubang lubang yang belum di atur dalam PP Pelaksanaan Pengasuhan Anak.
Jadi PP ini diharapkan lebih membuka diri lagi terhadap berbagai fenomena pengasuhan yang berkembang, terutama menghadapai tantangan di era komunikasi dan digitaliasi. Dimana sebagian besar pengasuhan anak berada di sana. Yang akan menjadi andalan kehidupan setiap keluarga ke depan. Dan pada kenyataannya bertransformasi cepat proses digital di era pandemi. Ancaman salah pengasuhan berbasis platform digital dengan berbagai aplikasinya akan menjadi permasalahan dan data yang besar di Indonesia, bila tidak segera di antisipasi dengan menyempurnakan kelengkapannya. Bahkan RUU Pelaksanaan Pengasuhan Anak ini sudah lengkap naskah akedemik dan isi pasal pasalnya. Yang telah diserahkan ke fraksi di DPR RI, Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Belum terlambat Negara untuk meluruskan penanganan sekarang, saatnya menegakkan kebijakan dan semangat masyarakat melihat besarnya data anak yatim baru, menjadi kekuatan bersama. Jelang 10 Muharram perayaan Hari Anak Yatim, mari semua elemen bangsa bergerak bersama Presiden menjemput semua data anak yatim yang ada di seantero nusantara.
Presiden penting memimpin untuk mengkoordinasikan pendataan ini agar cepat, karena sebenarnya Satgas Covid nasional telah memiliki protokol B1, B2, dan B3 dalam menjawab situasi anak anak dalam pandemi, namun apakah ada yang berjalan sendirian? Sehingga tidak merefer ke Kementerian dan Lembaga yang mengurus anak anak atau memang tidak ada anggaran untuk sebaran data anak yatim yang sebenarnya datanya sudah ada sejak awal Pandemi Covid bulan Maret 2020.
Kita berharap 10 Muharram menjadi kado terindah untuk anak yatim di Indonesia, bahkan anak yatim Indonesia yang berada di luar negeri karena ortu mereka meninggal di masa pandemi. Tentunya sangat strategis jika energi besar bangsa merayakan Hari Anak Yatim, menjadi momentum gerak bersama menjemput mereka, Bahwa negara ini perlu energi besar dan membutuhkan partisipasi masyarakat dalam menuju satu data anak anak yatim, yang sekarang datanya berserak.
Tentu pekerjaan ini sangat besar, tapi bukan tidak mungkin, jika kita semua dapat memanfaatkan momentum Muharram sebagai bulannya Hari Anak Yatim untuk gerak dan berpartisipasi bersama.
Untuk itu kita perlu membangun semangat, ghirah dan gerak bersama pendataan anak yatim atau piatu dan yatim piatu ini dengan Firman Allah dalam Surat Al Baqoroh ayat 220 “Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah Memperbaiki keadaan mereka adalah baik”, kemudian Rasulullah SAW bersabda “Orang yang memelihara anak yatim di kalangan umat muslimin, memberikannya makan dan minum, pasti Allah akan masukkan ke dalam surga” (HR. Tirmidzi dari Ibnu Abbas). Semoga yang sedang bekerja semangat, dan gerak cepat kita menghasikan tidak ada satupun nasib anak yatim atau piatu dan yatim piatu yang tertinggal. Mari Indonesia Bangkit bersama anak anak Yatim atau Piatu dan anak Yatim Piatu. Doa mereka akan menjadi penolong kita semua. Amin
Redaksi KBAI