DPR RI mengambil langkah maju dalam mengedepankan iman, etika, moral dan taqwa akan tanggung jawab generasi generasi bangsa yang akan terlahir dari ancaman Kekerasan Seksual. Sudah terlalu lama kita merasakan mirisnya kejahatan ini yang menimpa mulai dari bayi, anak anak dan remaja.
Untuk itu dengan menetapkan RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) sebagai Prolegnas Prioritas pada 2016 dan sebagai RUU inisiatif DPR pada April 2017. Artinya Indonesia akan terhapus kekerasan seksual sekaligus melindungi semua warga negara tanpa kecuali, mulai dari anak-anak, perempuan, hingga laki-laki.
Mengingat penanganan kekerasan seksual memasuki abad baru, terutama pemanfaatan informasi dan teknologi, yang bisa menjerat siapa saja korbannya. Belum lagi relasi kuasa yang menempatkan putusan menjadi ancaman setiap insan yang mengalaminya. Baik secara ‘adat’, ‘sosial’, ‘budaya’, ‘ekonomi’ dan ‘politik’. Berbagai media menayangkan perilaku modus kekerasan seksual yang berkembang menjadi ‘industri’ terutama sosial media, yang tidak melibatkan pelakunya langsung tapi korbannya sudah menjadi ‘konsumsi’ banyak pihak yang berakibat panjang pada korban, dan pelaku yang ‘sulit disentuh’.
Pada akhirnya korban kekerasan seksual terus berjatuhan, dan aturan yang mengatur tidak mengembangkan aturan khusus perkembangan kejahatan ini. Tentu membuat keprihatinan semua pihak.
Negara harus mulai menegaskan pentingnya RUU PKS menjadi lex spesialis sebuah aturan khusus yang dapat mengadop perubahan dan cara tindak lanjut menghadapi modus kejahatan seksual yang terus berkembang di dunia. Meski telah ada pemberatan hukuman dengan kebiri dan penanaman chip bagi pelaku, namun perkembangan kejahatan seksual perlu aturan khusus agar dapat menjawab dinamika modus kejahatan seksual yang terus berkembang.
Butuh perhatian segera, kalau kita tidak ingin melihat ribuan mungkin jutaan generasi ke depan yang mempunyai trauma berkepanjangan, karena tidak tersentuh sama sekali oleh kita semua. Bahwa mereka membutuhkan akses, pemulihan dari negara, penjeraan bagi pelaku, dan hukum acara penanganan kasus yang lebih berpihak pada kebutuhan korban, tutup Ilma Sovri Yanti dari Aliansi Kita Bersama Anak Indonesia.
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sipil (GEMAS) untuk RUU P-KS mendesak agar DPR RI khususnya Panja RUU P-KS Komisi VIII DPR RI untuk:
- Segera membahas RUU P-KS: (a) menyepakati judul dan sistematika, (mempertahankan 6 elemen kunci RUU P-KS yaitu 9 tindak pidana kekerasan seksual, pencegahan, pemulihan, hukum acara, ketentuan pidana, dan pemantauan.
- Segera membentuk Tim Perumus RUU P-KS.
- Membuka ruang dan pelibatan masyarakat selama proses pembahasan RUU P-KS.