Dari kiri ke kanan adalah Dewi Respatiningsih, Jasra Putra, Ai Maryati Sholihah, Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, Dyah Puspitarini, Sylvana Maria Apituley, Aris Adi Leksono

Presiden Kesal Penggunaan Anggaran Stunting dan Wapres Minta KPAI Perkuat Pengawasan

Baru baru saja Presiden menghadiri acara Pengawasan Internal Program Pemerintah yang diselenggarakan BPKB dengan di hadiri Badan Pemeriksa Keuangan seluruh Indonesia (14/7). Dalam pidato Presiden mengungkap pemakaian anggaran penanganan stunting, yang lebih banyak di gunakan di luar target penurunan angka stunting.

Presiden Joko Widodo saat menyampaikan Pidato pada Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah di BPKP (14/6)

Mungkin lebih tepatnya beliau kesal dan juga kecewa, ketika menemukan sendiri laporan penanganan stunting di sebuah daerah yang menghabiskan dana 10 Milyar, dimana habisnya anggaran tidak langsung ke penerima manfaat, tetapi lebih untuk acara, rapat, perjalanan dinas dan penguatan.

Tetapi yang diterima penerima manfaat tidak kurang dari 2 M. Sehingga hal ini lah yang menyebabkan angka stunting di Indonesia tidak turun turun, tegas Presiden.

Seperti di ketahui Indonesia adalah negara nomor 5 di Kawasan Asia Tenggara dengan kasus stunting, dan bahkan di dunia nomor 2.

Ilma Sovri Yanti, salah satu aktifis anak di kawasan Cakung Jakarta Timur, mengunjungi langsung salah satu penerima manfaat program stunting. Dari sejak April 2022 tercatat di Puskesmas anak mengalami stunting, namun baru di intervensi serius selama 20 hari ini (19/6).

Ilma menduga, mungkin terjadi karena ada permintaan Presiden, setelah Presiden meminta Mendagri mengirim laporan penggunaan anggaran untuk penanganan stunting.

Dan sayangnya, ini yang menemukan Presiden sendiri, tentang cara penghabisan anggaran stunting di daerah, yang terungkap dari anggaran tersebut adalah anggaran10 Milyar untuk penanganan stunting, yang ke anak stunting tidak sampai 2 Milyar, sedangkan 8 Milyar lebih habis untuk kegiatan yang tidak berorientasi ke hasil, menurunkan angka stunting.

Seperti di Propinsi DKI Jakarta menerima 11,5 Trilyun untuk layanan transformasi kesejahteraan. Sehingga dana yang besar ini sangat tidak pantas bila telat menangani stunting. Seperti peristiwa di Cakung Jakarta Timur.

Di berita lainnya, KPAI hari ini (20/06) bertemu dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang menyetujui lembaga pengawasan HAM Anak ini mendapatkan penguatan kelembagaan dan anggaran. Dalam pertemuan tersebut KPAI di hadiri oleh Ai Maryati Sholihah Ketua KPAI, Jasra Putra Wakil Ketua KPAI, Dyah Puspitarini Divisi Advokasi dan Kelembagaan, Aris Adi Leksono Divisi Monitoring dan Evaluasi, Sylvana Maria Apituley Divisi Pengaduan dan Mediasi dan Kepala Sekretariat Dewi Respatiningsih.

Dalam presentasi mereka disampaikan lembaga yang memiliki mandat oleh Presiden dalam pengawasan pelaksanaan dan implementasi kebijakan perlindungan anak di seluruh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Yang dari hasil pengawasannya di mandatkan untuk memberi rekomendasi yang tepat, guna efektifitas dan efesiensi penyelengaraan perlindungan dan pengawasan 84,4 juta anak Indonesia (BPS 2020). Dengan diberikan dukungan anggaran sebanyak 13 milyar lebih.

Namun pada kenyataannya anggaran tersebut, juga di bebankan gaji dan operasional untuk pegawai yang di tugaskan pemerintah menjalankan kesekretariatan KPAI, dengan anggaran sebesar 10 Milyar lebih, sedangkan yang benar benar kinerja KPAI untuk pengawasan dan menjawab pengaduan masyarakat hanya 3 Milyar lebih.

Antara mandat yang sangat luas dari Undang Undang Perlindungan Anak, Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Peraturan Presiden, dan dengan dukungan anggaran yang sangat jauh dari ekspetasi, laksana bumi dan langit.

KPAI juga dituntut melakukan pengawasan, memberi masukan langsung kepada Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan masyarakat bahkan Presiden. Namun pada kenyataannya dalam pengawasan berhadapan dengan jalur birokratis, sehingga posisi jabatan pendukung kinerja komisioner KPAI penting di pimpin setingkat eselon 1, karena hari ini masih dipimpin eselon 2, sehingga KPAI merasa sulit melakukan pengawasan yagn efektif. Karena akan mengawasi kinerja Menteri, Pejabat setingkat Menteri, Pejabat, Tokoh Masyarakat, Para Pimpinan lainnya.

KPAI sebagai lembaga HAM Anak berharap bisa di setarakan seperti lembaga Hak Asasi Manusia. Sehingga dapat menjadi lebih efesien dan efektif dalam melaksanakan mandat berbagai Undang Undang tersebut.

Begitu juga pernyataan terakhir, Ketua MPR Bambang Soesatyo tentang darurat prostitusi anak dan meminta KPAI masuk langsung programnya di keluarga, tentu menjadi tantangan besar kepada lembaga yang memiliki  anggaran yang sangat kecil, dengan mandat pekerjaannya yang sangat besar.

Begitupun permintaan Menko PMK Muhadjir Effendy atas darurat pernikahan dini dan besarnya angka dispensasi perkawinan di Indonesia yang harus di turunkan. Presiden Joko Widodo juga berharap angka stunting bisa turun, pekerja anak bisa turun angkanya dan ketahanan keluarga di siapkan.

Wakil Presiden Maruf Amin dan Ketua KPAI Ai Maryati Sholihah di Istana Negara Wakil Presiden (20/06)

Maka tepatlah alasan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang meminta semua pihak perhatian kepada lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia, karena menjadi satu satunya lembaga HAM Anak di Indonesia. Dan menjadi harapan besar masyarakat. Bayangkan sejak 2011 sampai 2022 KPAI telah menangani 54.392 laporan.

Mungkin kita biasa mendengar kasus anak, mengadukan kasus anak di media sosial, namun tidak untuk KPAI. Mereka tidak bisa hanya menerima laporan, karena mandatnya memproses pengaduan tersebut, kemudian melakukan advokasi, pendataan, telaah dan kajian, melakukan manajemen kasus, melakukan mekanisme rujukan, melakukan mediasi, serta pengawasan, bahkan tidak hanya berhenti disitu, juga diminta merekomendasi kepada semua pihak untuk langkah terbaik dari setiap permasalahan. Bahkan laporan yang sudah dirujuk, namun tidak berjalan, akan kembali lagi persoalannya ke KPAI, padahal sudah direkomendasikan kepada lembaga terkait untuk melanjutkan penanganan. Tentu pekerjaan yang sangat luar biasa dan tidak mudah dengan jumlah angka penanganan sebesar itu.

Kita sering disajikan angka angka kekerasan yang lebih besar tentang permasalahan anak, namun hanya berupa angka, bukan penanganan langsung seperti KPAI. Ini yang membedakan KPAi dengan lembaga lainnya.

Mereka di tuntut kehadiran langsung. Padahal dengan dukungan anggaran yang sangat minim, namun masyarakat tidak melihat itu, mereka melihat kebijakan, aturan danmandat sudah diminta kepada KPAI yang mengawasi dan menegakkan HAM Anak, bukan lembaga lainnya. Sehingga ini tugas melekat, bisa atau tidak bisa, harus  di jalankan. Meski dengan dukungan anggaran yang sangat minim.

Wapres mengapresiasi KPAI yang selama ini bekerja untuk terus melakukan berbagai langkah perlindungan anak yang menyangkut masalah stunting, masalah pelecehan seksual, kekerasan, kemudian juga pernikahan dini. Wapres menegaskan “Saya setuju kalau KPAI itu untuk kelembagaannya diperkuat”..

Pandangan terakhir Pokja KPAI German E. Anggent sebelum sidang paripurna DPR RI dalam ketok palu RUU Kesehatan (20/06)

Untuk menjawab harapan itu semua, KPAI meminta dukungan Wakil Presiden dan masyarakat Indonesia dalam program prioritas lanjutan kinerja di tahun 2023 sampai 2027, yaitu:

  1. Penguatan Advokasi dan Kelembagaan
    • Penguatan kelembagaan melalui Revisi Perpres No. 61 Tahun 2016 tentang KPAI
    • Menggalang dukungan peningkatan Eselonisasi dan mendorong izin prakarsa kepada Presiden
    • Penguatan pengawasan di 5 kluster pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak
  2.  Dukungan Peningkatan Angggaran
    • Untuk memperluas jangkauan pengawasan
    • Meningkatkan kualitas efektifitas pengawasan kepada Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan Masyarakat
  3. Pengawasan dan Rekomendasi
    • Pengawasan pemenuhan hak sipil anak
    • Pemilu dan pilkada ramah anak
    • Pencegahan perkawinan anak melalui pengetatan dispensasi kawin
    • Pemenuhan hak asuh anak melalui advokasi RUU Pengasuhan Anak
    • Pemenuhan hak pendidikan melalui Sekolah/Pendidikan Ramah Anak
    • Kajian dan Masukan Kebijakan Omnibus Law RUU Kesehatan
    • Pengawasan Implementasi program Stunting
    • Kekerasan seksual melalui implementasi PP dan Perpres UU TPKS
    • Advokasi anak korban kekerasan fisik melalui pemenuhan hak dasar dan pengasuhan keluarga, serta penegakkan hukum
    • Hak restitusi anak korban TPPO dan Eksploitasi ekonomi/seksual
    • Advokasi anak korban pornografi melalui pengawasan syber
    • Advokasi anak korban terorisme dan radikalisme melalui kolaborasi Kementerian dan Lembaga

 

Check Also

Alat Kontrasepsi, Perdebatan dan Kekhawatiran Nakes

Dunia jagad pendidikan kita, baru saja diramaikan perdebatan alat kontrasepsi. Hal itu terjadi karena pencantuman …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *