Partisipasi bermakna dalam politik seringkali tidak mudah di dapatkan anak anak, karena mensyaratkan informasi yang layak. Padahal badan dunia PBB sangat mengajurkan partisipasi yang bermakna untuk anak anak.
Namun kita sering terkaget kaget, ketika anak sudah jauh sekali dalam bertindak dan berbuat, akibat terpengaruh sebuah isu. Terutama yang menyebabkan mereka terlibat dalam hal yang sangat membahayakan. Kisah seperti pertarungan antar genk, tawuran, aksi bullying, balap liar, mengikuti ideology tertentu, masuk dalam isu LGBT, sampai aksi nekat seorang diri, bahkan menjadi martir pasca aksi demonstrasi atau kampanye politik.
Eksistensi menjadi salah satu problem remaja, yang tidak boleh dianggap sederhana. Karena ketika penyalurannya salah, akan berdampak buruk ke depannya. Karena ketika mereka ingin mengekspresikannya, seringkali di pengaruhi oleh lingkungan, yang bisa berdampak baik dan buruk. Apalagi kalau di kerjain temannya agar bisa dianggap punya eksistensi yang sama.
Lalu apakah ada eksistensi anak di dunia politik? Isu politik, sebenarnya isu yang tidak disukai anak. Namun keterlibatan anak dalam politik tak terhindarkan, karena ini sebuah isu yang diproduksi luar biasa di tanah air, masuk dalam ruang keluarga, medsos, dan tongkrongan mereka.
Kebanyakan produksi siaran seperti film mensyaratkan batasan umur untuk menonton, padahal fatality politik, dengan realita anak mati di tengah demonstrasi, juga menandakan harusnya produksi siaran politik menggunakan batasa umur yang diijinkan. Yang artinya ketika menonton isu politik, apalagi prokontra, kemudian di produksi dalam waktu tertentu yang panjang, anak anak kita sangat butuh pendampingan ketika menontonnya.
Kita seringkali menganggap anak anak jauh dari isu politik, namun kenyataannya di aksi pro kontra isu isu politik, justru anak anaklah yang tertangkap polisi, berbuat criminal, perusakan fasilitas public, bahkan anak meninggal di tengah aksi. Tapi itu tidak terjadi, pada yang membuat aksi demonstrasi, mereka yang menjadi mastermind dari setiap aksi, yang membuat aksi, koordinator aksi justru terlindungi dari aksi kekerasan. Mereka justru sering menjadi korban, ketika aksi sudah selesai. Dengan disebut anak anak menjadi martir pasca aksi, kampanye atau demo selesai.
Namun pemandangan politik kita seminggu belakangan, sangat menyejukkan, dengan adanya pertemuan antara Ketua Umum partai. Bahkan perang yang mengangkat senjata di Rusia dan Ukraina pun, di tempuh dengan jalur diplomasi Presiden Joko Widodo, yang menyita perhatian dunia.
Bayangkan isu yang biasanya disajikan berdarah darah, dalam merebut kursi kekuasaan, ataupun perang di dunia yang tak kunjung selesai. Tiba tiba disajikan dalam pertemuan pertemuan, musyawarah, diplomasi.
Tentu saja ketika aksi menyejukkan itu dilakukan figur sentral, figur publik yang selalu mengisi produksi siaran setiap hari di dalam rumah, akan terbayang dampak positifnya luar biasa. Kita hanya bisa berdoa, semoga menuju tahun politik 2024, anak anak terus disajikan tontonan menarik ini, bukan aksi, demo atau kampanye dengan waktu yang panjang. Menggiring isu politik di pra, saat, dan pasca, tanpa ujung. Yang menyebabkan anak anak menjadi martir kembali.
Kenapa tontonan belakangan ini para tokoh puncak di dunia politik menjadi partisipasi bermakna untuk anak? Karena biasanya agenda politik, selalu menempatkan anak anak di arus massa, aksi demontrasi, kampanye politik yang panjang, yang menyebabkan mereka menjadi martir, ditangkap kepolisian, diamankan kepolisian, merusak fasiltias publik, terlibat aksi kekerasan, menjadi korban dan meninggal.
Coba edukasi politik selalu menempuh jalur pertemuan, diplomasi, musyawarah, perjumpaan, mungkin tidak ada orang tua yang ketakutan meninggalkan anak di dalam rumah, karena hanya alasan ikut demo, aksi dan kampanye. Yang akhirnya menempatkan anak aank pada situasi psikologis massa yang sulit dikendalikan, chaos, aksi jalanan, tumpah ruah massa. Mari jauhkan anak dalam penyalahgunaan aksi, demo dan kampanye. Mari lebih ajarkan mereka mencintai keluarganya, bangsanya dan negaranya sampai mereka berada di usia matang untuk terjun dalam dunia politik.
Kita sedang membayangkan, politik yang ideal itu adalah bukan politik jalanan, yang dikonsumsi anak tiap hari, tanpa pilihan. Tetapi memberikan ruang partisipasi bermakna seperti yang terjadi belakangan ini. Semoga Presiden dan para Ketua Umum Partai terus menghidupkan partisipasi yang bermakna untuk generasi pengganti mereka.
Salam
Ilma Sovri Yanti
Pimred KBAI