Kemarin (Selasa 3/9) Jaringan Masyarakat Sipil yang menamakan Kita Bersama Anak Indonesia yang terdiri dari berbagai lembaga pegiat isu Anak, menemui Ketua Panja dan Komisi VIII di DPR terkait pembahasan RUU P-KS yang belum di sahkan hingga saat ini.
Kegelisahan mewarnai dalam kerja-kerja advokasi kasus Anak yang berhadapan dengan kasus Kekerasan Seksual, karena sering tidak melindungi korban Anak dalam hal ini.
Jenis Kekerasan Seksual berupa eksploitasi seksual telah dinyatakan dalam UU Perlindungan Anak (UU PA) yang memiliki ketentuan hanya dapat digunakan untuk memberikan perlindungan pada korban anak atas eksploitasi seksual terjadi.
Dalam UU PA menggunakan kata “persetubuhan” dan “perbuatan cabul” untuk menunjukkan kekerasan seksual pada Anak, juga menyebutkan fase kejahatan seksual namun tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan kejahatan seksual tersebut.
UU PA bicara tentang pemidanaan. Ancaman pidana pada seseorang yang memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya dan eksploitasi anak. UU ini tidak dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang melakukan kekerasan seksual di luar perbuatan berupa persetubuhan atau pun eksploitasi seksual. Bentuk pencegahan pun tidak diatur dalam UU PA.
Dari beberapa hal diatas bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diperlukan untuk mengatur hal-hal yang belum di atur dalam UU PA dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Tujuan adanya RUU P-KS ini semata agar semua korban kekerasan seksual baik terjadi pada Amak maupun orang dewasa dapat dipenuhi haknya atad kebenaran, keadilan, pemulihan, pemenuhan rasa keadilan dan jaminan ketidakberulangan.
RUU P-KS akan mengisi kekosongan hukum dari UU PA sekaligus memperbaharui bentuk pemidanaan dalam UU PA. Serta pemulihan dan perlindungan bagi Anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang belum diatur secara spesifik oleh UU PA.