Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) menyelenggarakan diskusi FGD Perlindungan Anak di Ranah Daring dalam program Stopping Cyber Crime Against Children: More Safety and Protection on The Internet di Hotel Sofyam Cut Meutia Jakarta pagi ini (29/11).
Internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan kita, termasuk anak-anak. Internet bisa menjadi sarana untuk belajar, bersosialisasi, dan bersenang-senang.
Namun, di balik manfaatnya, internet juga menyimpan risiko yang mengancam anak-anak, seperti kekerasan seksual, perundungan, dan penipuan.
Data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, ada 26,5 juta laporan kejahatan seksual anak di internet. Jumlah ini meningkat sebesar 33% dari tahun sebelumnya.
Keumala Dewi Direktur Eksekutif PKPA menyampaikan acara ini di selenggarkan demgan tujuan mendapatkan informasi tentang kebijakan Pemerintah Pusat atas berbagai tantangan terhadap perlindungan anak di dunia digital.
Kita juga penting membangun komitmen bersama dan inovasi kebijakan perihal perlindungan anak di ranah daring.
Diskusi diikuti Menko PMK, KPPPA, Kemensos, Pemerintahan DKI Jakarta, KBAI dan Global Program Team.
Muhammad Ridwan yang mewakili KBAI menyampaikan, tidak dipungkiri, penetrasi industri viral sering kali meninggalkan dan memporak porandakan kejiwaan anak anak Indonesia..
Pentingnya kedaulatan digital, pengasuhan di ranah digital, agar semakin banyak pihak yang mengawasi, mencegah adiksi gawai dan mendampingi anak anak.
Fenomena anak anak mengakhiri hidup atau menyakiti diri dengan memposting di media sosial, juga menjadi perhatian KBAI.
Datanya sangat mengkhawatirkan. Tahun ini data anak mengakhiri hidup terungkap dalam acara KPAI dalam fenomena anak mengakhiri hidup.
KPAI mencatat ada 35 anak, catatan Kemenkes 70 anak, sedangkan menurut Direktur Kesehatan Kejiwaan Kemenkes, data orang mengakhiri hidup sudah mencapai 700 sampai 800 dalam Data Kepolisan.
KBAI meyakini pemyajian data anak mengakhiri hidup, korbannya akan lebih banyak anak. Karena Kementerian Kesehatan menyampaikan 1 dari 10 orang mengalami gangguan jiwa.
Yang kita tahu anak anak jarang memiliki pengetahuan kesehatan jiwa dan cara mengatasi gangguan jiwa.
Sehingga anak anak, yang menurut Asosiasi Jasa Pengguna Internet sudah 30 juta anak didalamnya. Butuh mendapatkan tumbuh kembang yang maksimal di ranah daring.
Kalau saya bilang ini darurat ya, menyikapi data besar anak mengakhiri hidup di ranah daring. Yang harusnya anak anak yang punya niat mengakhiri hidup, diskusinya dengan jangan berhenti. Harusnya anak anak di jelaskan resiko mengakhiri hidup ini. Sehingga dapat mencegah.
Kita berharap generasi emas yang di idam idam kan 2045, harus menjadi generasi emas , jangan generasi cemas. (by MRP)