Home / KBAI Reportase / Menunggu Putusan DPR Dalam Membangun KPAI Yang Lebih Kuat

Menunggu Putusan DPR Dalam Membangun KPAI Yang Lebih Kuat

Ketuk palu pemilihan 9 nama calon komisioner KPAI tinggal menghitung hari. Direncanakan akan diputuskan Kamis 29/9 oleh Komisi VIII DPR RI.

Saya mendapat informasi yang sangat jelas saat dilakukan fit and proper test yang tertutup tetapi sangat terbuka informasinya paska pelaksanaan. Dan kita bisa melihat dan menyaksikan secara gamblang, siapa yang berkualitas dan tahu soal KPAI sebagai lembaga HAM anak. Makanya kalau ada yang terpilih selain itu, cukup aneh, perlu dipertanyakan ada apa dengan DPR kita

Sejak proses awal pendaftaran hingga saat ini, saya dan beberapa teman jaringan cukup inten mengawal pelaksanaan tersebut. Koordinasi dan konsolidasi terus dilakukan. Karena kita semua ingin KPAI menjadi lebih baik dan tepat dalam kerja pengawasan dan perlindungan anak Indonesia. Ingat, untuk anak anak tidak boleh coba coba.

OMG, kita juga sering mendengar, begitu dihujatnya KPAI ketika salah atau ada komisionernya yang dianggap salah soal pernyataan ‘bisa hamil di kolam renang’ dan begitu juga sumpah serapah yang teramat keras didunia maya ketika KPAI protes, soal keprihatinan angka prevalensi perokok anak yang terus naik dan menjauhi target RPJMN kita, yang berakhir ‘didamaikan’ Kementerian, karena dianggap salah menuduh industri rokok pada penyertaan logo di ajang olahraga dan beasiswa dan begitu dihinanya ketika tidak bisa berbuat apa apa saat Presiden memberi grasi soal pelaku kekerasan seksual di JIS. Karena dianggap lembaga yang paling dekat dan ditugasi Presiden soal ini.

Hal ini semakin berat, ketika proses seleksi tahap akhir di DPR yang sangat menentukan, namun seolah olah tiarap pengawalan dan pengawasan. Dengan sepinya ‘tidak diliriknya’ kritis, kritik atas proses akhir, seperti tidak adanya masukan respon NGO Internasional, respon ormas, respon lembaga anak, kementerian lembaga seperti tidak ada yang punya harapan, selain formalitas penggantian komisioner saja.

Proses seleksi yang awalnya terbuka, tiba tiba di jelang akhir, bagai memilih ‘kucing dalam karung’ dengan terus di tunda tundanya pengumuman, tidak seperti mitra DPR lainnya. Ada apa sebenarnya? ‘sedang ada proses apa, dibalik gedung kura kura itu’. Tentu kita berharap pertimbangan berat hingga diulur ulur terus itu, karena bukan banyaknya pesanan di proses akhir, tetapi karena pertimbangan perjalanan KPAI yang harus memberi dampak ke 84,4 juta anak dan pengawasan ke seluruh layanan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Karena seharusnya jelang akhir proses seleksi lebih mudah, karena tinggal lihat kualitas satu sisi, dibanding proses panjang lainnya yang lebih berbobot dan sudah selesai sebelumnya.

Atau ini upaya sistemik diluar sana, yang tidak mau KPAI kuat. Sehingga pengawasan proses di tahap akhir ini banyak pertimbangan, atau memasukkan ‘pesanan pesanan sponsor’ mudah mudahan tidak begitu.

Ada beberapa nama yang saya dan teman teman jaringan kenal baik, mereka berangkat dari aktivis dan CSO perlindungan anak, dengan track record yang jelas baik di lembaga internasional anak, ormas yang fokus pada isu anak dan LSM nasional perlindungan anak. Nama nama ini bisa mewakili unsur unsur yang diinginkan. Dibuktikan dengan kerja lapangan dan pemikiran dalam membangun sistem perlindungan anak cukup terlihat dominan dan mempengaruhi kebijakan dalam perlindungan anak. Agak aneh kalau mereka dianggap tidak dikenal.

Ada deretan nama lain yang juga cukup kuat mendapat dukungan dari partai. Artinya posisi ini akan ada nama yang akan ter-eleminasi dari yang tak sedikit yang linier. Idealnya harus ada perwakilan dari aktivis perlindungan anak. Sehingga KPAI lebih berwarna.

Beda loh pengertian aktivis perlindungan anak yang berpengalaman dalam advokasi hak anak, dengan bekerja pada isu tertentu. Karena isu bisa diperjuangkan oleh siapa pun aktivis anak.

Artinya kalau tidak ada pengalaman langsung dalam kerja advokasi hak anak, untuk apa diperjuangkan.

Sudah saatnya-lah KPAI di gawangi orang orang yang memang benar bekerja untuk perlindungan anak. Karena kita semua tahu bahwa dana KPAI sangat kecil dibandingkan lembaga negara yang lain. Kita juga tahu bahwa dana hanya pas untuk gaji, operasional, sementara program segelintir. Saya yakin, hanya orang tipe pekerja keras, propesional, tidak doubel jabatan karena ini lembaga pengawasan yang harus bebas dari segala kepentingan, dan sifat tulus yang mau berada di posisi ini. Jadi seharusnya upaya untuk membenahi lembaga, menjadi agenda penting jika ingin KPAI dapat bekerja maksimal jauh lebih baik lagi. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh komisioner yang peduli dan loyal pada pekerjaannya dan mampu membangun team solid. Butuh pemimpin yang berani mengambil dobrakan dan memahami tugas dan fungsi lembaga. Karena ada selentingan KPAI tidak bergigi di bawah Kementrian PPPA. Bahkan DPR beberapa kali menurunkan anggaran untuk KPAI, hanya karena kecewa dan ulah beberapa Komisioner yang dipilih sendiri oleh DPR.

KPAI bukan batu loncatan karir.

Jadi bukan hanya sekedar pejabat publik yang ‘manis’ tapi harus memiliki integritas, berani dan memiliki kemampuan pengambilan keputusan, kecerdasan emosional. Karena penanganan masalah di lapangan dan pengawasan, tidak hanya butuh rasa prihatin saja.

Apa jadinya KPAI jika hanya bisa memilih kasus, dan mendiamkan anak anak di posisi pusaran konflik kepentingan.

Semoga menjadi masukan pada legislatif kita di Komisi VIII, berani berkata jujur di atas kepentingan apa pun, karena anak Indonesia menunggu perlindungan kita semua.

Oiya, satu lagi…KPAI bukan ajang panggung kekuatan dukungan dan sekedar titipan. KPAI adalah rumah perlindungan 84,4 juta anak Indonesia yang diamanatkan oleh UU Perlindungan Anak. Hanya untuk mereka yang pantas bekerja untuk perlindungan anak.

Di fit and proper test juga mengemuka, keprihatinan anggota dewan soal anggaran KpAI yang terus tergerus, dengan tugas yang selangit. Apalagi masih bergantung untuk menaikkan kewibawaannya pada Kementerian tertentu, dengan wewenang yang di potong serta anggaran yang hanya tinggal buat operasional dan gaji. Hal ini diungkapkan anggota dewan dengan tugas pengawasan perlindungan 84,4 juta anak, dan sosialisasi kebijakan serta memastikan regulasi berjalan serta menerima pengaduan.

Tapi ketika keprihatinan itu digulirkan, KPAI juga tidak boleh membuka rekening dana publik, seperti yang dibolehkan lembaga HAM lainnya, aneh bukan? Anggaran kecil tapi tidak berdaya apapun untuk meningkatkan kewibawaannya. Apalagi ketika JR KPAD ditolak dan banyaknya KPAD yang jadi kepanjangan tangan KPAI didaerah justru mundur ‘hilang satu demi satu’. Sehingga tuntutan masyarakat kepada lembaga yang besar ini, terus dilemahkan. Apalagi dengan banyaknya kementerian atau lembaga, pemerintah pusat dan pemerintah daerah “yang masih enggan” mengisi dan memperkuat kualitas pengawasan KPAI melalui alat pengawasan KPAI yaitu SIMEP. Padahal itu mandat terkuat KPAI dari Presiden Joko Widodo.

Untuk itu harusnya pilihan anggota Dewan memperkuat berbagai kelemahan lembaga ini, dengan memilih calon komisioner yang jelang putusan akhir ini, memiliki talenta multi dimensi lengkap, tidak hanya satu sisi, partai melalui Kapoksinya, harus ada pertimbangan multi dimensi, yang lebih penting dari urusan besar lainnya, apalagi hanya sekedar menjanjikan 2024. Karena mengurus anak Indonesia itu sejak dari kandungan sampai 18 tahun, bukan agenda politik sesaat dan jaminan sesaat.

Ada amanah untuk memilih calon yang bisa memperbaiki hubungan KPAI dengan kementerian dan lembaga eksekutif lainnya, dengan legislasi, dan yudikatif. Ada kepentingan memilih calon komisioner yang memiliki pengalaman internasional dan nasional dalam perlindungan anak (dan itu tersaji di depan mata), ada calon komisioner yang harus mengerti instrumen pengawasan, pemantauan. Ada yang bisa memikirkan bagaimana KPAI memperkuat anggarannya dengan menghadapi tidak boleh membuka donasi publik.

Kemudian yang terpenting juga bisa dan mampu bekerja kolektif kolegial untuk memaksimalkan sumber daya yang ada. Maka sangat disayangkan kalau hidangan yang lezat dan tersaji ini, kemudian patah di proses akhir, yang artinya patah secara keseluruhan tahapan proses seleksi yang panjang itu. Semoga Kamis pengumuman nanti itu, bukan Kamis horo, gelap untuk perlindungan anak Indonesia, tetapi menjadii Kamis yang berkah untuk kita semua.

Kita Bersama Anak Indonesia

Ilma Sovri Yanti
Aktivis Perlindungan Anak

Saat ini aktif di Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS).

Pernah bekerja di Satgas PA, SOS Children Villages Indonesia, Kantor Berita Anak Indonesia (KBAI), Inisiator Mudik Ramah Anak – Disabilitas – MRAD, Inisiator Fordakha (Forum Dialog Kesejahteraan Holistik Anak).

Check Also

Caper Lo: Hilangnya Apresiasi Di Masa Remaja

Seringkali kita mendengar remaja kita, membully secara psikologis dengan sebaya, dengan kata Caper Lo!!!. Padahal …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: