Masih kuat dalam ingatan kita, kisah kelam anak anak dan perempuan yang menjadi martir untuk aksi bom bunuh diri. Mereka adalah korban atas perlakuan salah dari lingkungan yang memutuskan kekerasan sebagai jawaban.
Ilma Sovri Yanti Supervisi Komunitas Bela Indonesia dalam pidatonya menyampaikan hal tersebut terjadi karena kekecewaan, rasa ketidak adilan, lingkungan, yang menyebabkan munculnya krisis identitas, yang berujung mempertanyakan kembali tujuan hidup. Kemudian didukung munculnya ideologi yang ditawarkan pihak lain dengan hitam putih, dan jauh dari ruang dialog, serta dimassifkan dengan penyebaran ketakutan di sosial media.
Untuk itu kami mengelar pelatihan Juru Bicara Pancasila di Malang dan Lombok dalam rangka merewind kembali Pancasila sebagai landasan dasar pandangan hidup berbangsa. Dengan seleksi berbagai lintas generasi, yang berujung berkomitmen kembali menyuburkan nilai nilai tersebut.
Sebagai Juru Bicara Pancasila mereka juga akan dibekali berbagai produk knowledge yang dapat mendukung pelaksanaanya, dengan potensi kearifan yang ada. Seperti bagaimana memanfaatkan sosial media, teknik media handling crisis, skill berdebat, dan teknik menjawab isu isu sensitif di lingkungan masing masing dalam rangka resolusi dan aksi. Kita refleksikan bersama dengan lintas generasi dalam Pelatihan Juru Bicara Pancasila.
Seperti diketahui dalam Riset LSI Denny JA dari 2005 sampai 2018 telah terjadi penurunan drastis pendukung Pancasila seumlah 10%. Dari 85,2 persen ke 75,3 persen. Munculnya tawaran ideologi NKRI bersyariah mengalami kenaikan 9 persen, dari 4,6 persen menjadi 13,2 persen.
Hal tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi Pancasila itu sendiri. Untuk itu, perlu dilakukan gerakan secara masif untuk mendukung Pancasila dari ancaman upaya ideologi lain, yang bermaksud mengubah identitas negara Indonesia dengan melahirkan Komunitas Bela Indonesia dalam penyelenggaraan 1000 Juru Bicara Pancasila di 25 Kota, tutup Ilma.