Hari ini (3/2) Komisi Nasional Pengendalian Tembakau mengadakan Konperensi Pers Larangan Rokok Ketengan Rugikan Yang Miskin dengan menghadirkan para narasumber Kepala Peneliti Pusat Jaminan Sosial Universitas Indonesia Risky Kusuma, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI Piprim Basarah, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI Jasra Putra, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI Tulus Abadi dan Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany yang dipandu Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi.
Nina Samidi menyampaikan anak anak adalah konsumen abadi rokok, karena perokok yang tua tua akan sakit kemudian meninggal. Padahal anak anak begitu beresiko dengan penjualan bebas rokok. Ada lebih 70 persen pelajar usia 13 sampai 15 adalah konsumen rokok ketengan.
Risky Kusuma mencatat anak jalanan yang sambil mencari penghasilan dijalan, dengan rata rata penghasilan 200 – 300 ribu rupiah, seperempatnya dibeli rokok. Dengan pengeluaran untuk rokok 27 ribu rupiah perhari.
Mereka sering membeli rokok ketengan, jarang per bungkus. Meski perbatang, tapi terus berulang, dengan harga 2000 rupiah sekarang.
Dinas Sosial mengetahui ini dan susah mengendalikan, karena warung rokok ada dimana saja, ada asongan, dan memutusnya sangat sulit, kecuali ada regulasi menyebut mereka.
26 Warung yang kami survey 2020, setelah di ukur, 61 persen warung menjual rokok sangat dekat sekolah, meski ada Permendikbud, tapi masih bisa beli rokok ketengan di sekitar sekolah, 85% masih banyak iklan, baik banner untuk beli rokok ketengan, bahkan ada promosi rokok eceran dengan beli 1 gratis 1, berhutang pun boleh. Meski ketika pemilik warung, ditanya “mau kah mengurangi menjual rokok ke anak”, mereka menjawab mau.
Piprim Basarah menyampaikan secara keilmuwan tidak diragukan lagi dampak nikotin kepada kesehatan. Kepada bayi kecil yang beresiko pneumonia dengan perokok pasif, tetapi kakak kakaknya yang mulai SD sudah mulai merokok. Anak anak sebagai perokok pasif di level 2 atau 3 atau perokok aktif, tentu merugikan anak anak tersebut.
Rokok ini pintu masuk bagi adiksi adiksi lain, khususnya narkoba. Kami sangat prihatin atas kondisi sekarang.
Untuk itu mendesak pemerintah untuk melarang penjualan rokok ketengan, karena dengan dipermudahnya membeli rokok, peluang anak anak kita jadi tinggi merokok langsung.
Memang peran untuk menghentikan rokok, lebih kuat di politisi, dibanding kami di kesehatan. Pihak pemerintah penting meminimalisir paparan rokok baik pasif dan aktif.
Rokok ini juga menyebabkan ketagihan yang lain, termasuk gangguan belajar, menurunkan kecerdasan, membawa gangguan perilaku, dan pintu masuk adiksi narkoba, alkoholisme. Jadi sangat perlu di minimalisir bersama. Kalau ingin generasi kedepan menjadi generasi unggul.
Agak ironis juga, kita sedang giat penurunan stunting, tetapi rokok tidak terkendalikan, Karena rokok penyebab stunting, dengan tergerusnya kebutuhan orang tua dan anak membeli rokok, karena efek kecanduan anak. Sehingga dampaknya kemana mana. Demikian dijelaskan Ketua IDAI dari ruang praktek dokter anak.
Hasballah Thabrany berterima kasih kepada para narsum yang telah memberikan informasi obyektif di Komnas Pengendalian Tembakau, begitu juga media yang hadir.
Ada kesamaan visi dan prinsip dalam membangun bangsa bersama sama, agar mencapai tujuan bersama sama rakyat merdeka, adil, makmur dan mampu bersaing dengan bangsa lain.
Bersama media juga kita bekerja secara obyektifias, yaitu data dan fakta. Ada kelebihannya media dibanding kita akedemisi. Karena mereka bisa mengkomunikasikan data dan fakta secara masif ke masyarakat dan kepada yang berwenang, karena ada alatnya, sedangkan akedemisi tidak. Media juga bisa menjembatani pandangan yang kontroversial langsung. Media juga menjadi penyambung lidah dengan para pengambil keputusan dan kebijakan.
Jasra Putra menambahkan Komnas Pengendalian Tembakau adalah mitra koalisi strategis dalam mengawal agenda strategis, terutama revisi PP 109 tentang Pengendalian Tembakau. Dengan mengatur Pictorial Health Warning atau PHW terkait peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok hingga 90 persen dari kemasan, kemudian soal munculnya iklan di media baru. Termasuk mengawal rokok ketengan yang saya kira mudah diakses anak, dengan berdasarkan hasil kajian Mas Rizky bersama teman teman UI.
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak yang pada pasal 24 menyampaikan bahwa negara yang meratifikasi berkewajiban untuk memastikan kondisi kesehatan maksimal untuk warga negaranya terutama anak, begitupun di Undang Undang Perlindungan Anak menyampaikan kewajiban pemerintah daerah dalam mengupayakan kesehatan anak yang optimal baik secara promotif, preventif, rehabilitatif dan kuratif..
Situasi darurat rokok anak, adalah bukan situasi yang kita tunggu tunggu, karena kita tidak bisa terus menerus menunggu dampaknya.
KPAI konsen kepada dua isu, pertama bagaimana memastikan percepatan Perpres 109 tentang Pengendalian Tembakau. Dan juga, ada revisi UU Penyiaran, kami meminta dimasukkan untuk zero tolerance kepada informasi, promosi dan iklan di semua siaran kita.
Dalam pernyataan terpisah, Ilma Sovri Yanti dari Pergerakan Indonesia untuk Semua menyampaikan momen Pemilu 2024 adalah momen memperteguh komitmen bersama pada regulasi pelarangan rokok pada anak.
Karena kita tahu masa pemilu adalah masa konsolidasi akar rumput yang sangat masif, dan kita menjumpai rokok menjadi menu pertemuan, meski tidak selalu. Tetapi penting kita semua memastikan di semua pertemuan akar rumput, agar regulasi pelarangan rokok untuk dijauhkan dari anak anak dapat dijalankan bersama, dalam rangka tahun politik mari menjauhkan rokok dari anak anak.