Pernyataan satir ini muncul setelah beredar WA di berbagai grup perlindungan anak, tentang kisah anak perempuan 9 tahun di Panti RP Bogor.
Hal tersebut sangat disayangkan Ketua Panti seIndonesia Yanto Mulya Pibiwanto atau Forum Nasional Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan Panti Sosial Asuhan Anak (Forum LKSA PSAA)
Ia mengingatkan semua pihak yang bersentuhan menyelesaikan permasalahan anak, dengan tetap memperhatikan kepentingan terbaik ananda dan agar ananda tidak dilibatkan dalam konflik orang dewasa.
Dan meminta pihak yang menahan anak membuka diri menjelaskan ke pihak yang berwenang, seperti KPAI dan Sakti Peksos. Bila membutuhkan perantara atau mediasi saya siap datang.
Dikabarkan saat Peksos Kementerian Sosial mencoba melakukan asessment, tidak diijinkan. Padahal mereka petugas yang dimandatkan PP Pelaksanaan Pengasuhan Anak.
Saya akan meminta bantuan sahabat sahabat saya pimpinan Konferensi Wali Gereja Gereja Indonesia agar perhatian dan membantu persoalan ini.
Ia menyatakan perjuangan para aktifis panti dalam menyelamatkan anak anak Indonesia memang tidak mudah. Apalagi seringkali anak anak masuk ke panti karena permasalahan sebelumnya.
Permasalahan ini seringkali menempatkan panti dalam posisi di lema. Namun seperjalanan mendalami asessment kondisi anak dan keluarganya, kita semakin mengerti apa yang terjadi di dalam keluarga mereka.
Untuk itu anak tidak boleh di putus tali ikatan darahnya. Di Panti itu sifatnya shelter, sementara guna menghantarkan kepentingan terbaik. Namun jika keluarganya atau kerabatnya sudah dan dianggap mampu, Panti tidak boleh menahan anak. Sebagaimana Permensos 30/HUK/2011 tentang Standard Nasional Pengasuhan Anak (SNPA).
Anak harus dijaga kondisinya. Tentunya dengan didampingi petugas Negara seperti Satuan Bhakti Pekerja Sosial Anak.
Yanto mendukung langkah langkah Ketua LBH Fornas LKSA PSAA Muhammad Ihsan dalam upayanya mempertemukan kembali anak perempuan dengan neneknya.
Muhammad Ihsan menyatakan UU Perkawinan No 74 menyampaikan bila orang tua meninggal maka keluarga sedarahnya dapat mengasuh.
Untuk itu kami menyesalkan alasan menahan anak dan tidak mengijinkan untuk nenek dan tantenya bertemu.
Kalau tidak menerima lembaga resmi negara. Itu namanya ‘penyekapan’. KUHP Pasal 332 menyatakan membawa anak dibawah umur tanpa hak, dapat dipidana 9 tahun, tutupnya.
Yanto melanjutkan agar para aktifis anak mematuhi Peraturan Pelaksanaan Pengasuhan Anak No 44 yang di sudah di tanda tangani Presiden 2017 lalu.
Terakhir Yanto mewanti wanti kepada seluruh Panti di Indonesia untuk Jangan Pernah Memutus Ikatan Darah Anak Anak Indonesia.
Dikabarkan sebelumnya ada konflik warisan dalam keluarga yang menyebabkan anak dalam kondisi tersebut.