Kementerian Pertahanan melalui Biro Humas nya menyelenggarakan Launching Buku Politik Pertahanan (20/9) yang ditulis Dahnil Anzar Simanjuntak yang juga merupakan Juru Bicara Menteri Pertahanan.
Dahnil menyampaikan semua tulisan dalam buku, tidak bisa terlepas dari pemikiran-pemikiran dan kebijakan Prabowo selama menjadi Menteri Pertahanan.
Ia juga menegaskan politik pertahanan di generasi muda, seolah menjadi sesuatu yang sangat rahasia. Sehingga dalam perjumpaan berbagai diskusi, mereka mempertanyakan, kalau rahasia? Bagaimana kami generasi muda membela negaranya sendiri?
Inilah yang menjadi semangat Dahnil, ia seperti ditantang untuk menjawab kebutuhan itu. Apa yang akan dibela? jika mereka tidak bisa membaca arah politik pertahanan, tegasnya. Nah buku ini menjawab kebutuhan itu.
Jasra Putra Wakil Ketua KPAI, sebagai sahabat karib Dahnil yang diundang pada acara dan diminta testimoni tentang buku, secara khusus menyampaikan pentingnya buku politik pertahanan di kenal oleh generasi muda.
Karena buku ini berhasil menjembatani generasi muda untuk memahami secara mudah soal politik pertahanan kita. Juga menjadi sumber literasi yang dapat di pertanggungjawabkan.
Persoalan generasi muda, yang paling krusial dalam menatap pertahanan dan menghidupkan jiwa bela negara adalah soal menjemput harapan dan kenyataan di negeri ini serta penetrasi digital yang mengurung mereka.
Untuk itu jawaban negara atas hal tersebut menjadi modal kunci, kuatnya pertahanan Indonesia ke depan yang tertanam sejak dini pada generasinya.
Pertahanan sebagai sebuah investasi untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran, sebenarnya juga bicara prasyarat lingkungan yang ramah anak. Dimana didalamnya menekan kan partisipasi aktif anak. Partisipasi yang aktif.
Namun ketika mereka banjir informasi, dan mereka sadar menjadi insan terdidik. tetapi ketika mau eksis, belum banyak tempat yang layak, belum banyak ruang untuk berpartisipasi yang layak dan aktif dalam pembangunan, belum banyak lingkungan terdekat mau tahu minat dan bakatnya perlu disalurkan.
Belum banyak ruang kanalisasi dalam berekspresi dan menyampaikan pendapat, belum banyak ruang digital yang layak dan mengerti soal kejiwaan mereka, belum banyak pekerjaan yang layak yang bisa berangkat dari passion mereka, apalagi ruang pelindung atau tempat atau rumah yang layak bagi mereka, dalam menciptakan lingkungan yang subur untuk potensi dan energi besar mereka. Sehingga dapat terus menciptakan iklim yang segar bagi produktifitas anak.
Persoalan terberat dalam penguatan jiwa pertahanan bela negara pada anak saat ini, adalah peperangan mereka melawan penetrasi informasi, industri viral, ranah daring yang dapat menembus privasi mereka tanpa bisa menyaring informasi, yang berujung rusak secara fisik, jiwa dan mental.
Yang menutup kemampuan mereka sendiri dalam mengeksplorasi dirinya, Padahal mereka terus berkembang secara usia, pemahaman, tumbuh dan kembang, tapi tertutupi oleh itu semua. Tanpa bisa dicegah, karena masuk ke direct messagees, ranah privacy dalam bermedsos. Sehingga saat ini kita hanya bisa menjemput korban korban yang berjatuhan di ranah digital, tanpa bisa berbuat banyak.
Bahwa dampak data dan teknologi informasi, serta kemajuan artificial intelligence. Lebih dominan merangsek masuk ke ranah pribadi anak anak , tanpa bisa di intervensi. Teknologi menampatkan mereka pada ruang pressure tinggi, untuk mengikuti, tanpa jeda. Yang ujungnya sangat merugikan pertumbuhan generasi bela negara kita.
Transformasi dunia digital kita sangat baik, dalam sisi politik, ekonomi, pertahanan, budaya dan sosial. Namun sayangya, transformasi digital di dunia anak, justru banyak meninggalkan persoalan, korban korban berjatuhan. Karena pembekalan yang tak cukup. Anak anak banyak yang tertinggal, Sehingga ruang kanalisasi partisipasi anak harus terus dibangun, menyebar massif, dalam rangka meningkatkan kualitas politik pertahanan di generasi muda.
Saya membayangkan, ketika transformasi digital menguatkan perlindungan anak, maka akan menjadi senjata ampuh dalam masyarakat sipil mempertahankan negara, baik dalam serangan di dalam maupun dari luar diri anak. Sehingga politik pertahanan mampu menjada kedaulatan digital anak anak di ranah daring.
Meski kita setiap tahun melakukan monitoring dan evaluasi berbagai instrumen kebijakan dalam pengawasan perlindungan anak, tapi dengan penetrasi dan hegemoni teknologi informasi, anak anak tidak sempat lagi bereksplorasi tentang dirinya, mereka habis ditentukan oleh hegemoni informasi, mereka dipetakan mesin, dan tanpa sadar melupakan potensi besar dalam diri mereka.
Sehingga habis waktu mereka mengenal politik pertahanan, mengenal dirinya dan kebangsaan.
Maka kalau cara kerja orang tua, orang dewasa tidak berubah pada pengawasan perlindungan anak, maka pertahanan kita dan pertahanan negara kita akan terus goyah sejak dari ruang keluarga.
Sehingga saya mengajak semua yang berwenang dan diberi mandat perlindungan anak, untuk mau berubah, kalau tidak mau terus tertinggal dan menjadi pemadam kebakaran.
Buku Politik Pertahanan, saya kira mencoba memotret itu, menjawab itu dan menginsipirasi kita semua, dalam memajukan pemikiran sipil soal politik pertahanan, terutama guru dan anak anak.
Dalam tampil menjadi insan terdidik dalam pertahanan dan melawan tirani hegemoni teknologi yang merugikan tumbuh kembang mereka.
Terutama yang disampaikan penulis tadi, untuk membangun pertahanan semesta yang inklusif. Mari jadikan buku ini sumber literasi baru dalam mengajarkan politik pertahanan di negara kita.
Sekali lagi selamat Bang Dahnil atas bukunya, tutup Jasra.