Peserta Diskusi Zoom Jaringan Peduli Hak Korban Anak DI Stadion Kanjuruhan

Kordinasi Jaringan Peduli Hak Anak Jawa Timur, Hadirkan Dokter, KPAI dan Pengacara Bahas Insiden Stadion Kanjuruhan

Jaringan Peduli Hak Anak Jawa Timur bersama Dokter Syifa Mustika Dewan Pengawas di RSUD Kanjuruhan, Jasra Putra Komisioner Perlindungan Anak Indonesia dan Agus Ghozali dari Peradi menyikapi peristiwa Kanjuruhan dengan mengadakan zoom untuk menggali kesaksian, informasi dan peristiwa yang bisa berdampak hukum dari Kanjuruhan.

Dokter Syifa Mustika menyampaikan setiap derby Persebaya dan Arema memang selalu sangat panas. Dan memang butuh kewaspadaan tinggi aparat. Karena itu pada Sabtu itu saya buru buru pulang, agar antisipasi tidak bersamaan dengan bubaran supporter bola. Jam 11 malam saya sudah sampai dimalang, saat itu belum ada kabar apa apa, masih menyiarkan laga yang ketat, masih skor 2-2.

Namun heboh dipagi hari di grup WAG, chaos, saya kontak RSUD Kanjuruhan sudah masuk korban jiwa sekitar 150 pasien, kemudian ada 21 yang meninggal. Yang perlu digarisbawahi adalah pasien meninggal ditempat bukan di rumah sakit.

Kami bercerita awal kondisi pasien, awal memang orang yang keluar lebih dulu dari stadion Kanjuruhan langsung menuju RS terdekat yaitu RSUD Kanjuruhan. Diawal menerima ada 98 pasien yang ditangani, luka sedang dan berat ada 18 orang yang diantaranya 4 orang cedera otak berat, meninggal 21 orang.

Jam 6.30 masih belum bisa terdeteksi semua, karena menunggu inafis. Namun yang tidak bisa saya lupa, tentang kondisi jenazah, yang sebagian besar korbannya adalah perempuan dan anak anak, bukan hanya anak kecil,  ada yang 5 tahun saya lihat. Tapi korban kebanyakan anak usia sekolah, ABG. Yang cedera otak berat 3 yang wanita. Jadi semua usia muda. Kalau bisa di range yang meninggal rata rata usia 28 yang meninggal, yang lainnya usia produktif.

Setelah dari RSUD Kanjuruhan penuh, pasien dilarikan ke Rumah Sakit Wafa, karena ini yang terdekat setelah RSUD. Hanya memang untuk menerima pasien sebanyak itu, disana fasilitasnya sangat terbatas, yang akhirnya dilempar ke klinik sekitar.

Kondisi Rumah Sakit Syaiful Anwar menangangi yang berat berat. Juga menerima rujukan dari Rumah Sakit lain, Tetapi saat itu Rumah Sakit Syaiful Anwar banyak sekali antrian visum, sehingga 80 di vism di Rumah Sakit Syaiful Anwar dan 21 Visum di RSUD Kanjuruhan, sangat crowded.

Yang memilukan ini hari minggu, banyak keluarga yang membawa anak ikut nonton, bahkan ada anak umur 1 tahun. Semua ingin nonton Arema dan itu dilaukan malam hari, jam 8 prime time. Tetapi ada persoalan anak anak keluar  malam hari, karena jarak stadion kanjuruhan itu seperti keluar kota, membutuhkan waktu 1 jam. Tetapi memang banyak faktor ingin datang, tetapi meyanyangkan kejadian di lapangan, yang harusnya bisa di cegah.

Jasra putra mendengar penyampaian dokter Syifa Mustika sangat mengapresiasi para petugas medis, yang sampai hari ini, terus memastikan, bagaimana melakukan pengurangan resiko, supaya tidak terjadi tambah korban.

Pertama, ini menjadi bencana sosiasl, yang tidak bisa kita bayangkan, selama ini bola kan identik dengan olahraga kelaurga, dan banyak keluarga di usia balita telah dibawa menikmati tontonan bola, baik pertandingan bola antar kampung, maupun di stadion.

Namun kalau kita lihat dengan terjadinya peristiwa Kanjuruhan, yang menjadi trauma berat sampai sedang kepada anak anak kita. Bahkan anak anak saya dirumah juga bertanya, ada apa dengan peristiwa sepakbola yang mereka suka, meski anak anak melihatnya blur di media, tapi tetap bertanya karena bola kesukaan dia. Artinya ini jadi PR dan beban kita kedepan, kembali menjelaskan sepakbola, agar dipahami anak secara baik.

KPAI terus mengumpulkan data data terkait anak korban, ada 33 anak yang meninggal dunia, tapi kita terbuka layanan, karena kita dimandatkan tupoksi pengaduan tentang situasi anak. Tapi tidak menutup kemungkinan akan banyak korban yang lain, karena ada 42 ribu penonton yang terlaporkan, dan mungkin mengalami situasi yang sama, tetapi tidak ke Rumah Sakit, tapi dirawat keluarga dan membnutuhkan perhatian kita, disamping anak anak yang sedang dirawat.

Belum lagi, data data yang dikumpulkn Dinas PPA Kota Malang, dinyatakan ada 3 anak yang kehilangan orang tua. Tentu ini terkait anak yatim piatu, yang perlu perhatian bersama, Pemerintah juga sudah merespon langsung dengan memberikan bantuan, baik dari propinsi dan pemerintah pusat.

Tentu bicara anak anak pasca korban, bicara sampai 18 tahun, tidak hanya hari ini saja, tetapi bagaimana kesiapan keluarga ke depan, karena dalam Undang Undang Perlindungan Anak mereka harus berada dikeluarga. Namun bila orang tua meninggal, ada serangkaian proses yang harus disiapkan dan dibantu pemerintah, terkait pendidikan , kesehatan, pengasuhan selanjutnya.

Selanjutnya, tentu, anak anak yang mengalami trauma, saya kira, harus jadi perhatian kita. Kita berharap melalui forum Jaringan Peduli Hak Anak ini, ada langkah lingam jangka pendek dan jangka pandang, saling memeperkuat, merespn data yang besar ini, berkolaborasi di lapangan . dan menjadikan pengarusutamaan korban anak. Agar kedepan olahraga sepakbola semakin ramah anak. Tentu saja penting juga memberi masukan ke TGIPF, karena laporan Dinas PPA baik di kota ataupun Kabupaten, masih banyak anak yang belum tertangani secara baik, sehingga kampus kampus diminta terlibat, namun keterangan petugas dilapangan itupun belum cukup.

Ini tentu harus jadi pemantauan kita bersama. Dan apalagi dari 42 ribu, apakah ada 1/4nya anak, saya kira mereka menyaksikan langsung dari situasi yang tidak diinginkan itu.

Lebih jauh, ketika usia anak kena asap gas, tentu dari sisi kesehatan anak anak tidak siap, anak tidak pernah membayangkan situasi itu. Saya sering mengamati dan turun langsung aksi massa, terkait kerusuhan pasca pemilu, demonstrasi beberapa kali terkait penentangan Undang Undang yang selamu mengajak anak anak dilibatkan.

Memang anak anak tidak siap, tapi realitanya anak anak efektif dijadikan martir di lapangan. Padahal di Undang Undang Perlindungan Anak sangat tegas, setiap anak memiliki hak perlindungan dalam kegiatan politik, juga terlindungi dari kerusuhan.

Namun apakah pola ini sama, antara ketusuhan di lautan massa yang melibatkan anak, dengan anak menjadi bagian supporter bola, ini perlu kajian bersama. Karena di pertandingan sepakbola, juga ada pendukung, ada lawan, ada industri yang bermain, ada efek candu yang bermain seperti rokok, judi, minuman keras, pornografi, pornoaksi, apakah anak anak terpapar disana. Saya kira ini harus dijadikan pelajaran berharga atas tragedi Kanjuruhan, bagi KPAI satu anak meninggal sangat berharga, itu sudah terlalu banyak.

Jasra menutup penyampaikannya dengan berterima kasih atas kerja kerja yang sudah dilakukan, jaringan yang sudah mendampingi keluarga korban, mendampingi anak yatim atau piatu baru, dan mendampinbgi mereka yang mengalami trauma berat. Kita juga dorong dunia pendidikan berperan disini, tegasnya.

Agus Ghozali pengacara dari Peradi, yang rumahnya dekat dengan Stadion Kanjuruhan menyampaikan dalam zoom, bahwa situasi sama banyaknya antara di dalam stadion dan diluar stadion. Bahkan ia menggambarkan, jalan antara perempatan Sipur, mulai baratnya Kanjuruhan sampai timurnya Kanjuruhan itu penuh tidak bisa jalan, macet. Dan disana banyak anak anak mabuk, minum minuman keras, merokok. Anak saya pengen nonton peristiwa kanjuruhan, tapi karena mendung, saya minta anak di rumah saja.

Karena rumah dekat, jadi saya sering bergaul dengan pengamanan di sana, saya sangat kenal steward disana dan pasukan keamanan. Kalau arema main, saya biasa sambil jogging dengan gombal mukiyo pakai topian ikut nongkrong di warung kopi mereka. Disitu terjadi pembicaraan, jangan lupa bawa mainan, minuman, tapi nggak tahu apa maksudnya itu. Saya khawatir saja.

Setelah teman teman Arema menyampaikan peristiwa, saya langsung membuka posko pengaduan gratis untuk semua.  Dan saya berniat melakukan class action, karena ini peristiwa tidak bisa dibiarkan.

Dalam investigasi saya, menurut keamanan awal mulanya terpiucu oleh video yang dikirimkan, ketika turun dilapangan itu, lalu di smackdown bajol ijo, ada yang patah dan meninggal, dari situlah Arema turun.

Dari pemain versi peristiwa, ketika Arema kalah, Aremania turun, dan disangka polisi, mau turun untuk membuat kerusuhan, akhirnya ada yang dipentung dan sebagainya, kemudian gas air mata disemprotkan. Padahal kapasitasnya sedang penuh, yang harusnya 30 ribu tapi lebih 42 ribu.

Untuk diketahui acara tersebut dihadiri beberapa jaringan peduli hak anak Jawa Timur, yang ingin ada mainstreaming isu anak dalam bicara peristiwa Kanjuruhan, kata Nunu dari KP Ronggolawe. Hal ini juga ditegaskan Ilma Sovri Yanti dari jaringan Kita Bersama Anak Indonesia. Mereka berharap hasil diskusi ini dari masing masing lembaga memberi masukan TGIPF yang sedang bekerja.

Check Also

Alat Kontrasepsi, Perdebatan dan Kekhawatiran Nakes

Dunia jagad pendidikan kita, baru saja diramaikan perdebatan alat kontrasepsi. Hal itu terjadi karena pencantuman …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *