(Mewaspadai Eksploitasi Seksual Anak di Destinasi Wisata Bukittinggi)
Deputi Bidang Perlindungan Anak c.q Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, (KPP-PA) bekerjasama dengan ECPAT Indonesia melakukan Advokasi dan Sosialisasi di Kota Bukittinggi Sumatera Barat pada tanggal 10 November 2017, Acara bertujuan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan eksploitasi seksual anak di destinasi wisata.
Dipilihnya Kota Bukittinggi sebagai tempat sosialisasi, karena Bukittinggi sekarang telah menjelma sebagai salah satu destinasi wisata bagi para wisatawan baik itu lokal maupun mancanegara.
Acara ini dihadiri langsung oleh Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias dan juga staff khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bapak Ir Albaet Pikri, MSM.
Dalam sambutannya Walikota Bukittinggi mengingatkan agar masalah ini menjadi perhatian semua pihak. “Kita tidak boleh menutup-nutupi terjadi kasus ini di Bukittinggi, karena masalah ini sudah begitu transparan dan sudah begitu mengkhawatirkan, Saya sudah sering mendapatkan laporan tentang terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual di Buktitinggi.
Saya meminta semua pihak agar terlibat dalam penanggulangan masalah. Kegiatan ini dilaksanakan karena saya ingin Bukittinggi sebagai Kota destinasi wisata yang bebas dari kekerasan dan eksploitasi seksual”
Sementara itu staff Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengatakan perlu kerja keras dan kerja sama dalam mengatasi masalah ini, ninik mamak dan bundo kanduang perlu terlibat dan diberikan pengetahuan soal ini.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Bukittinggi, menargetkan bahwa di 2017 ini kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara sampai 600.000 ribu pengunjung. Dengan tingginya target kunjungan wisatwan ke daerah Bukittinggi, menunjukan bahwa Kota Bukittinggi menjadi salah satu target wisatawan yang akan datang ke Sumatera Barat.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat menjelaskan terjadi peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Sumatera Barat pada bulan Juli 2017, dan mengalami kenaikan sebesar 38,78 persen. Selain itu tingkat hunian hotel pun juga iktu meningkat dan daerah yang paling besar peningkatannya adalah Kota Bukittinggi.
Dengan terbukanya Kota Bukittinggi sebagai daerah pariwisata tentunya akan mendatangkan dampak yang positif dan negatif, dampak positifnya adalah Kota Bukittinggi bisa lebih dikenal masyarakat luas dan mancanegara, serta tentunya pendapatan daerah akan meningkat seiring dengan banyaknya turis yang datang.
Dampak negatif yang bisa terjadi adalah prilaku yang ditunjukan oleh para wisatawan, tidak semua wisatawan yang datang akan mempunyai prilaku yang baik dan hal tersebut bisa mempengaruhi masyarakat sekitar khususnya anak-anak, selain itu anak-anak bisa rentan menjadi korban eksploitasi ekonomi maupun seksual dari berkembangnya pariwisata disuatu daerah.
Selain itu juga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Asisten Deputi bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi juga mengajak salah satu Organisasi masyarakat sipil yang memang mempunyai pengalaman dan keahlian dalam bidang penghapusan kekerasan dan eksploitasi seksual anak, yaitu ECPAT Indonesia.
Dalam acara sosialisasi ECPAT Indonesia akan memberikan best practice tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan dan eksploitasi seksual di destinasi wisata kepada semua pemangku kepentingan yang hadir.
Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, Ahmad Sofian, mengatakan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual dan eksploitasi seksual anak sering terjadi di destinasi wisata termasuk Tinggi, karena itu, kegiatan ini akan memberikan langkah-langkah mencegah terjadinya kekerasan dan eksploitasi seksual.
Pelaku wisata sering memanfaatkan objek wisata untuk melakukan kekerasan seksual. Semua objek wisata di Indonesia berpotensi terjadinya kekerasan seksual anak, sehingga operator pariwisata perlu memahami masalah ini agar tidak terjadi kekerasan dan eksploitasi seksual anak di Bukittinggi.
Sosialisasi ini melibatkan lebih dari 85 peserta dari berbagai macam unsur, ada yang berasal dari unsur pemerintahan, unsur kemasyarakatan, unsur dari para pengusaha pariwisata, Karang Taruna dan dari forum anak.
Sosialisasi ini diselenggarakan untuk mengedukasi masyarakat, pengusaha pariwisata dan juga pemerintah dalam melakukan pencegahan dan penanggulang kekerasan dan eksploitasi seksual anak yang terjadi di destinasi wisata.
Masyarakat dan pengusaha pariwisata perlu mendapatkan informasi dan juga pengetahuan dalam melakukan pencegahan terjadinya kekerasan dan eksploitasi seksual yang terjadi diwilayah yang menjadi salah satu destinasi wisata.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kawasan-kawasan wisata di Indonesia bisa menjadi salah satu tempat bagi para pelaku kejahatan seksual untuk mencari mangsanya.