DIN Ajak Kembalikan Hak Anak Yang Terusir

Pak Din Pidato dalam Workshop Child Wellbeing

Din Syamsudin membuka seminar dengan menyambut baik langkah pegiat lintas agama untuk mulai memperhatikan masalah tumbuh kembang dan  kesejahteraan anak. Din juga menuturkan hingga saat ini sudah banyak upaya dan intervensi yang dilakukan berbagai kalangan baik pemerintah maupun masyarakat sipil, namun karena tantangan masalah sosial yang semakin meningkat, upaya yang dilakukan itupun belum membuahkan hasil menggembirakan. “Karenanya dibutuhkan keterlibatan aspek keagamaan untuk ikut serta dalam menurunkan jumlah kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan anak dan optimalisasi tumbuh-kembang anak. Agama memiliki peran strategis dalam menginternalisasikan dan mensosialisasikan nilai-nilai yang tepat dalam mengasuh dan mendidik anak yang merupakan pewaris masa depan,” ujarnya.

Sementara terkait dengan kegiatan lokakarya, Din menilai, untuk meningkatkan tumbuh kembang dan kesejahteraan anak sangat penting karena masih banyak anak yang terlantar. Maka adanya kerja sama antar agama tentu dapat menyuarakan masalah-masalah anak. Sebab saat ini ada banyak kasus yang menimpa anak mulai dari penelantaran, anak terusir dari tanah kelahiran, penjualan akibat dari kemiskinan yang mendera. Maka keputusan melibatkan tokoh agama sangat tepat.

Din menyebutkan, adanya lokakarya yang berdiskusi dan mengidentifikasikan segala permasalahan yang melibatkan anak tentu akan menjadi usulan yang akan dipertimbangkan dan diperjuangkan. Menurutnya, program tumbuh kembang anak yang dikembangkan seharusnya lebih banyak ditujukan untuk orang tua, para pendidik, tokoh masyarakat, serta tokoh-agama.

“Penting untuk diketahui oleh tokoh agama bagaimana program tumbuh kembang anak yang sudah berkembang berpijak pada empat prinsip yang telah dirumuskan UN committee on the right of the child” ujar Din Syamsudin.

Hal ini disampaikannya  dalam memberikan sambutan pembuka pada Seminar dan lokakarya kerjasama Multireligious Collaboration for the Common Good (MCC) antara King Abdullah Bin Abdulazis International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID), Religions for Peace (RfP) dan Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC).

Ilma Sovri Yanti salah satu pegiat hak anak yang mendapatkan penghargaan pada HAN 2015 dalam kategori perjuangan hak anak minoritas menyampaikan pada presentasinya “sudah saatnya hak hak anak yang berada akibat konflik antar agama, anak pengungsi, anak di daerah rawan konflik dan anak yang hidup ditanah berkonflik dipulihkan”. Seperti Akta Kelahiran yang tak pernah mereka dapatkan menyebabkan semua proses hidup dan masa depannya tidak dapat tercatat Negara. Akhirnya mereka tidak bisa memperjuangkan hak dan hartanya sendiri. Hal ini berdampak kepada orang tuanya yang telah terusir dan tidak bisa mengambil atau menjual tanah, rumah, sawah, ternak dan panen sendiri.

Check Also

Hari Anak Dunia: KPAI Ingatkan Situasi Anak Dalam Kemiskinan Sangat Multi Kompleks

Rapat Koordinasi Nasional dalam Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Khusus Anak yang di selenggarakan Komisi …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *