Memperingati Hari Anak Universal (20/11) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengadakan Deklarasi dan Diseminasi Surat Edaran Bersama Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 Yang Ramah Anak di Hotel Discovery Ancol, Jakarta. Dengan menghadirkan KPU, Bawaslu, Kemendagri, NGO dan para pimpinan partai politik.
Komisioner KPAI Sylvana Maria Apituley menyampaikan meski tahapan kampanye pemilu masih akan berlangsung beberapa hari ke depan, namun KPAI mencatat sudah ada 6 pelanggaran yang terjadi.
Pertama ada 94.956 pemalsuan identitas, sehingga anak bisa memilih. Kedua, 2 video menggunakan anak untuk mengajak memilih. Ketiga, iming iming pulsa pada permainan video game online yang ujungnya ajakan memilih. Ke empat, deklatasi capres yang disampaikan guru dan siswa di Lampung, Kelima, anak memakai atribut kampanye saat mendaftar capres cawapres ke KPU dan enam, laporan langsung ada pemasangan atribut caleg di sekolah yang di laporkan salah satu partai.
Tentu saja KPAI sebagai pengawas perlindungan anak melihat pelanggaran ini. Sehingga mengharapkan Surat Edaran Bersama yang di tanda tangani 5 pihak yaitu Kemendagri, KPPPA, KPAI, KPU dan Bawaslu tidak hanya dokumen, tetapi hidup.
Bahwa deklarasi pemilu ramah anak yang dimulai pertama 2019 dan dilanjutkan 2024 hari ini, adalah perubahan sosial yang besar. Dalam pengarusutamaan hak anak di demokratisasi bangsa dan politik elektoral.
KPAI juga meminta Bawaslu untuk bergerak cepat, atas laporan penyalahgunaan anak di ranah daring, dengan ajakan memilih melalui game online.
KPAI berharap Satgas Bawaslu dapat bergerak cepat merespon ini. Bahwa Alat Peraga Kampanye (APK) secara digital ini, kami minta Bawaslu segera lacak. Karena menurut Sylvana dampaknya cepat dan daya rusaknya luar biasa,
La Bayoni Deputi Bidang Dukungan Teknis Bawaslu menyampaikan banyak permasalahan kaitan kampanye terkait anak, sangat banyak dari pemilu sebelumnya. Bagaimana sistem pengawasan akan seperti apa, terutama remote area dan bagaimana menghentikan pelanggaran.
Karena peristiwa dan penanganannya di daerah, mereka yang menentukan. Sehingga di pemilu kali ini, kita lengkapi lagi di SEB. Jadi perubahan itu, kembali ke semangat kita bernegara dan pemyelenggara.
Terkait ketentuan kampanye yang melibatkan anak. Ada permasalahan menarik. Kita.dilarang melibatkan anak, tetapi dalam pelaksanaan banyak modus eksploitasi anak. Temuan Bawaslu ada 7 penyalahgunaan anak dalam kampanye terbuka.
Pertama melalui tempat bermain anak, tempat penitipan anak, tempat pendidikan anak. Kedua memobilisasi massa anak, Ketiga anak jadi juru kampanye, Keempat anak jadi tamu utama atau bintang utama kampanye, Kelima, memanipulasi data anak agar bisa ikut memilih, Keenam, menampilkan anak di atas panggung dan Ketujuh, menggunakan anak untuk memasang atribut kampanye.
Apakah dalam pelaksaan Bawaslu bisa melakukan pengawasan? Kenyataanya banyak kendala, seperti pembuktian ini susah, karena ada anak anak hadir atas keinginan sendiri. Seperti di kabupaten dan kota serta tingkat kecamatan, kampanye ini adalah sarana hiburan. Kemudian Anak anak ikut kampanye karena ketidaktahuan, Tidak ada larangan spesifik, sehingga terbatas penindakan. Alasan selanjutnya karena ikut orang tua berkampanye.
Juga ada Larangan dalam pasal 280 ayat 2, dalam melibatkan mereka yang tidak punya hak pilih, tetapi aturan ini bertentangan dengan pasal 273 bahwa peserta pemilu adalah masyarakat. Artinya ada pasal lain, yang menyebabkan sulit ditindaklanjuti. Sehingga kita memerlukan Surat Edaran Bersama yang berisi 11 ketentuan.
Bahwa kita sebagai penyelenggara berkoar koar, tetapi pelanggaran terjadi nya di kabupaten dan kota. Ini yang jadi persoalan penindakan.
KBAI melihat Surat Edaran Bersama yang berisi 11 ketentuan ini, Sayangnya kurang mengikat, karena hanya bersifat himbauan. Meski sudah sangat baik, ada upaya pemerintah, untuk melakukan terobosan langkah mengurangi pelibatan anak dalam kampanye terbuka 2024.