Banjir Jabodetabek dan sebagian di wilayah Indonesia menyebabkan aktifitas sekolah dipaksa berhenti. Ada sekolah yang tetap membiarkan muridnya masuk namun lebih banyak yang meliburkannya. Bahkan ada murid yang tetap masuk, yang mengundang reaksi keras netizen. Dunia sekolah belakangan menjadi sorotan. Mulai kisah kekerasan sampai kisah meninggal sudah terjadi di sekolah. Lalu siapa yang pantas disalahkan?
Sekolah adalah komunitas belajar yang terdiri dari guru, siswa/siswi dan manajemen. Ketiganya mempunyai kaitan agar situasi kondusif belajar tercipta. Setiap peran dan fungsi butuh dukungan dan menjadi ekosistem yang saling menghidupkan. Kesadaran kolektif menjadi kunci utama komunitas belajar untuk mencapai keberhasilannya.
Namun para siswa/siswi juga punya aktifitas di luar sekolah yaitu di rumah dan lingkungan.
Artinya ada 3 tempat yaitu sekolah, rumah dan lingkungan. Kalau boleh di bagi 8 jam disekolah, 8 jam dirumah dan 8 jam dilingkungan. Sayangnya yang disebut belajar hanya terjadi di sekolah.
Banjir menjadi penyebab siswa siswi diliburkan. Dan disambut gegap gempita, sikap senang dan gembira untuk anak anak. Bolehkah ini disebut Merdeka Belajar atau Kemerdekaan Lepas Dari Sekolah?
Dibalik itu, tentu respon siswa siswi sangat membuat kita bersedih memandang wajah pendidikan kita. Kenapa? Dengan merujuk pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, mendidik harusnya upaya sadar bersama sama. Harusnya secara sadar juga siswa siswi merasa membutuhkan yang namanya belajar di sekolah, tapi tidak terjadi bukan?
Disisi lain, kita tidak bisa membohongi, ada yang membebani generasi belajar kita, ketika di sebut kata sekolah.
Bolehkah disebut di posisi ini, para siswa siswi menjadi generasi belajar yang merdeka? Karena kebanjiran dan akhirnya diliburkan sekolah
Disinilah kemudian sekolah terkesan menjadi bisnis kapitalistik yang hanya bicara dirinya. Tapi tidak bicara end user penerima terakhir manfaat belajar yaitu para siswa dan siswi. Kenapa ini terus terjadi sampai sekarang?
Apakah benar, Belajar sebagai aktifitas sadar, inklusi dan merdeka (seperti tertera dalam Undang Undang). Tapi tidak pernah terwujud?
Bagaimana generasi belajar kita dapat merasakan, apa yang didapat dirumah, di dapat di lingkungan dan di dapat di sekolah adalah aktifitas sambung menyambung, yang saling membutuhkan?
Mari membayangkan diri kita menjadi guru, dan menginformasikan banjir adalah kesempatan siswa siswa belajar dari banjir. Apa menurut para siswa supaya lingkungannya tidak banjir? Dan apa yang dibutuhkan mereka agar sekolah ikut menyelesaikan masalah banjir di rumah para siswa dan siswi. Peran apa yang bisa diberikan sekolah?